Wednesday 21 July 2010

Kisah Tissa Thera (Dhammapada 15 : 205)

XV. Sukha Vagga – Kebahagiaan

(205) Setelah merasakan penyepian dan ketentraman,
Ia yang mereguk rasa kegembiraan dalam Dhamma,
bebas dari noda dan kejahatan
---------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika Sang Buddha mengumumkan bahwa dalam waktu empat bulan lagi Beliau akan merealisasi `Kebebasan Akhir` (parinibbana), banyak bhikkhu puthujjana (yang belum mencapai kesucian) gelisah. Mereka kehilangan dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Maka, mereka selalu berada dekat dengan Sang Buddha. Tetapi, Tissa Thera memutuskan bahwa dia akan mencapai tingkat kesucian arahat pada saat Sang Buddha masih hidup.

Dia tidak pergi ke dekat Sang Buddha, tetapi dia pergi ke suatu tempat menyendiri untuk berlatih meditasi. Bhikkhu-bhikkhu lain tidak mengerti hal itu, sehingga mereka membawa Tissa Thera menghadap Sang Buddha, dan mereka berkata, "Bhante, bhikkhu ini tidak kelihatan menghargai dan menghormati Bhante, dia hanya peduli pada dirinya sendiri, tidak kepada kehadiran Bhante."

Tissa Thera kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa dia berusaha keras untuk mencapai tingkat kesucian arahat sebelum Sang Buddha mangkat (parinibbana), dan itulah alasannya mengapa dia tidak datang mendekati Sang Buddha.

Setelah mendengar penjelasan itu, Sang Buddha berkata pada para bhikkhu, "Para bhikkhu, siapapun yang mencintai dan menghormati Tathagata, seharusnya berbuat seperti Tissa Thera. Kalian menghormati Tathagata jangan hanya dengan mempersembahkan bunga, wewangian, dan dupa. Tetapi hendaknya kalian menghormati Tathagata dengan mempraktekkan Lokuttara-Dhamma, yaitu meditasi pandangan terang (vipassana-bhavana)."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Pavivekarasaṃ pītvā rasaṃ upasamassa ca
niddaro hoti nippāpo dhammapītirasaṃ pivaṃ"

Setelah merasakan penyepian dan ketentraman,
Ia yang mereguk rasa kegembiraan dalam Dhamma, bebas dari noda dan kejahatan