BAB XXVI. Brahmana Vagga – Brahmana
(416a) Seseorang yang telah membuang nafsu keinginan
yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan
tanpa rumah,
yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Segera setelah Buddha Kassapa mangkat
(parinibbana), seorang arahat thera pergi berkeliling untuk mencari
dana bagi pembangunan stupa emas dimana nantinya relik Buddha Kassapa
akan diabadikan.
Sang thera datang ke rumah seorang pandai emas ketika pandai emas dan
istrnya sedang dalam pertengkaran yang sengit. Si pandai emas tersebut
berteriak kepada sang thera, "Kau sebaiknya melemparkan stupamu itu ke
dalam air dan segera pergi."
Istrinya kemudian berkata kepada sang pandai emas, "Jika engkau marah
kepadaku engkau seharusnya hanya boleh memakiku saja, engkau bahkan
boleh memukulku jika engkau suka, tetapi mengapa engkau harus memaki
Sang Buddha dan sang thera? Tentunya engkau telah melakukan kesalahan
yang menyedihkan!"
Mendengar kata-kata istrinya, sang pandai emas menyadari betapa
besarnya kesalahan yang telah diperbuatnya dan ingin menebus kesalahan
itu. Maka ia membuat bunga-bunga emas, meletakkannya ke dalam tiga pot
emas dan memberikannya untuk diletakkan pada kamar relik stupa Buddha
Kassapa.
Pada kelahirannya yang sekarang, ia dikandung di dalam rahim puteri
seorang hartawan yang menjalin hubungan gelap. Ketika anak itu
dilahirkan, ia meletakkannya ke dalam pot dan mengapungkannya ke dalam
aliran sungai. Seorang wanita muda yang sedang mandi di sungai melihat
anak di dalam pot tersebut dan membawanya bersamanya. Ia mengadopsi anak
itu dan memberi nama Jatila. Karena nasihat dari salah seorang thera,
wanita tersebut menyuruh Jatila pergi ke Taxila di mana ia akan
mendapatkan pendidikan. Ketika Jatila berada di Taxila, sang thera
mengaturnya untuk tinggal di rumah seorang pedagang yang merupakan
muridnya. Setelah beberapa lama, Jatila menikah dengan anak perempuan
dari pedagang tersebut. Segera setelah menikah, segundukan emas muncul
di halaman belakang dari rumah yang baru saja dibangun untuk pasangan
ini. Lahirlah tiga anak dari pernikahan ini. Setelah itu, Jatila
memasuki pasamuan bhikkhu dan mencapai tingkat kesucian arahat.
Pada suatu kesempatan, saat Sang Buddha pergi untuk berpindapatta
bersama dengan lima ratus bhikkhu termasuk Jatila, mereka datang ke
rumah dari anak-anak Jatila. Anak-anaknya memberi dana makanan kepada
Sang Buddha dan para pengikutnya selama lima belas hari.
Beberapa waktu setelah kejadian itu, para bhikkhu bertanya kepada
Jatila apakah ia masih melekat kepada segundukan emas mliknya dan
anak-anaknya, dan ia menjawab, bahwa ia tidak lagi mempunyai kemelekatan
pada mereka. Para bhikkhu kemudian berkata kepada Sang Buddha, bahwa
Jatila dengan cara seperti itu menegaskan dirinya telah mencapai tingkat
kesucian arahat.
Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu! Jatila telah
membuang nafsu keinginan dan kesombongan; ia telah benar-benar mencapai
tingkat kesucian arahat."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
“Yo'dha taṇhaṃ pahatvāna
anāgāro paribbaje
taṇhābhavaparikkhīṇaṃ
tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ.”
Seseorang yang telah membuang nafsu keinginan
yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan
tanpa rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.