BAB XXVI. Brahmana Vagga – Brahmana
(416b) Seseorang yang telah membuang nafsu keinginan
yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan
tanpa rumah,
yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
-------------------------------------------------------------------------------------------
Jotika adalah seorang hartawan yang
terkenal dari Rajagaha. Ia tinggal di rumah besar yang megah bertingkat
tujuh. Terdapat tujuh buah tembok yang mengelilingi rumah besarnya,
masing-masing mempunyai pintu masuk yang dijaga oleh yakkha. Ketenaran
kekayaannya menyebar jauh dan luas, dan banyak orang datang untuk
melihat rumah besarnya.
Pada suatu kesempatan, Raja Bimbisara datang mengunjungi Jotika
bersama anaknya, Ajatasattu. Ketika melihat kemegahan rumah besar Jotika
dan membandingkan dengan istana ayahnya yang terbuat dari kayu,
Ajatasattu bersumpah bahwa ia tidak akan memperbolehkan Jotika untuk
tinggal di rumah besar yang bagus sekali seperti ini kalau kelak ia
menjadi Raja. Pada saat keberangkatan Raja dari rumahnya, Jotika memberi
kenang-kenangan kepada Raja berupa sebuah batu delima besar yang tak
ternilai harganya. Ini adalah kebiasaan Jotika untuk memberi hadiah
kepada semua pengunjung yang datang untuk menemuinya.
Ketika Ajatasattu naik tahta setelah membunuh ayahnya, ia datang
dengan tentaranya untuk mengambil rumah besar milik Jotika dengan paksa.
Tetapi karena semua gerbang dikawal ketat oleh para yakkha, Ajatasattu
dan para pasukannya harus menarik diri. Ajatasattu melarikan diri ke
Vihara Veluvana dan menemukan Jotika sedang mendengarkan khotbah yang
diberikan oleh Sang Buddha. Melihat Jotika yang berada pada kaki Sang
Buddha, Ajatasattu berseru, "Setelah membuat pengawalmu bertarung
melawanku, engkau sekarang berpura-pura untuk mendengarkan khotbah!".
Jotika menyadari bahwa raja telah pergi untuk mengambil alih tempatnya
dengan paksa dan ia telah dipaksa untuk mundur.
Pada salah satu kelahirannya yang terdahulu, Jotika telah membuat
hasrat yang sungguh-sungguh bahwa harta miliknya tidak boleh diambil
darinya berlawanan dengan kehendaknya, dan kehendak ini telah dipenuhi.
Jadi Jotika berkata kepada Raja Ajatasattu, 'O, Raja! Harta milikku
tidak dapat diambil berlawanan dengan kehendakku."
Setelah berkata seperti ini, ia mengulurkan kesepuluh jari tangannya
dan meminta sang Raja untuk mengambil dua puluh cincin yang sedang
dipakainya pada jari-jari tangannya. Sang Raja berusaha keras untuk
mengambilnya tetapi ia tidak berhasil. Kemudian Jotika menyuruh sang
Raja untuk membentangkan selembar kain, dan ketika Jotika menaruh
jari-jarinya pada kain tersebut, semua cincinnya dengan mudah
terlepaskan.
Setelah memberikan semua cincinnya kepada Raja Ajatasattu, Jotika
memohon kepada Sang Buddha supaya ia diijinkan masuk dalam pasamuan
bhikkhu. Segera setelah memasuki pasamuan, Jotika mencapai tingkat
kesucian arahat. Tepat disaat ia mencapai kearahatan, semua kekayaan
duniawinya lenyap.
Suatu hari, ketika para bhikkhu yang lain bertanya kepadanya apakah
ia tidak lagi mempunyai nafsu keinginan yang tersisa pada dirinya,
kepada rumah besarnya, kekayaannya, dan istrinya? Ia menjawab bahwa ia
tidak lagi mempunyai nafsu keinginan pada semuanya itu. Para bhikkhu
kemudian pergi menemui Sang Buddha dan berkata, "Bhante! Jotika Thera
menegaskan dirinya telah mencapai tingkat kesucian arahat; ia berkata
tidak benar."
Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu ! Jotika berbicara
yang sebenarnya; ia tidak lagi mempunyai nafsu keinginan di dalam
dirinya. Ia sekarang adalah seorang arahat."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
“Yo'dha taṇhaṃ pahatvāna
anāgāro paribbaje
taṇhābhavaparikkhīṇaṃ
tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ.”
Seseorang yang telah membuang nafsu keinginan
yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan
tanpa rumah, yang telah menghancurkan kemelekatan dan kerinduan,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
---------
Notes :
Kisah 416a dan 416b memiliki syair yang sama.