(66) Orang bodoh yang dangkal pengetahuannya,
memperlakukan diri sendiri seperti musuh;
ia melakukan perbuatan jahat
yang akan menghasilkan buah yang pahit.
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suppabuddha, penderita kusta, suatu ketika duduk di bagian belakang kumpulan orang dan mendengarkan dengan penuh perhatian khotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha, mencapai tingkat kesucian sotapatti. Ketika kerumunan orang tersebut sudah membubarkan diri, ia mengikuti Sang Buddha ke vihara. Ia berharap dapat memberitahukan kepada Sang Buddha tentang pencapaiannya.
Sakka, raja para dewa, berkeinginan untuk menguji keyakinan orang kusta tersebut kepada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha, menampakkan dirinya dan berkata: "Kamu hanya seorang miskin, hidup dari meminta-minta, tanpa seorang pun tempat bersandar. Saya dapat memberi kamu kekayaan yang sangat besar jika kamu mengingkari Buddha, Dhamma, dan Sangha dan katakan bahwa kamu tidak membutuhkan mereka"
Suppabuddha menjawab, "Tentu saja saya bukan orang miskin, tanpa seorang pun tempat bersandar. Saya orang kaya; saya memiliki tujuh ciri yang dimiliki oleh para ariya; saya mempunyai keyakinan (saddha), kesusilaan (sila), rasa malu berbuat jahat (hiri), rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa), pengetahuan (suta), murah hati (caga), dan kebijaksanaan (panna)."
Kemudian Sakka menghadap Sang Buddha mendahului Suppabuddha. Sang Buddha menjawab bahwa tidaklah mudah meskipun seratus atau seribu Sakka untuk membujuk Suppabuddha meninggalkan Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Setelah Suppabuddha sampai di vihara, ia melapor kepada Sang Buddha bahwa ia telah mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Dalam perjalanan pulangnya dari Vihara Jetavana, Suppabuddha mati berlumuran darah diseruduk seekor sapi yang sedang marah, yang sesungguhnya adalah seorang yakkhini* yang bersalin rupa menjadi seekor sapi. Yakkhini ini tidak lain adalah pelacur yang dibunuh oleh Suppabuddha pada kehidupannya yang lampau dan bersumpah untuk membalas dendam.
Ketika berita kematian Suppabuddha sampai di Vihara Jetavana, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, dimana Suppabuddha dilahirkan kembali, dan Sang Buddha menjawab bahwa Suppabuddha dilahirkan kembali di alam dewa Tavatimsa. Sang Buddha juga menerangkan kepada para bhikkhu bahwa Suppabuddha dilahirkan sebagai seorang kusta karena pada salah satu kelahirannya yang lampau, ia pernah meludahi seorang Pacekabuddha**.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Caranti bālā dummedhā amitteneva attanā
karontā pāpakaṃ kammaṃ yaṃ hoti kaṭukapphalaṃ."
Orang bodoh yang dangkal pengetahuannya,
memperlakukan diri sendiri seperti musuh;
ia melakukan perbuatan jahat
yang akan menghasilkan buah yang pahit.
---------
Notes :
* Yakkhini atau yakkhi = yakkha perempuan.
Yakkha (Pali) = yaksha (Sanskrit), 夜叉 yè chā (Chinese), Yasha (Japanese), ba-lu (Burmese), gnod sbyin (Tibetan).
Yakkha termasuk dalam kategori alam dewa Catummaharajika / alam 4 Raja Dewa (catur = 4, maharaja = raja besar)
Sakka, raja para dewa, berkeinginan untuk menguji keyakinan orang kusta tersebut kepada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha, menampakkan dirinya dan berkata: "Kamu hanya seorang miskin, hidup dari meminta-minta, tanpa seorang pun tempat bersandar. Saya dapat memberi kamu kekayaan yang sangat besar jika kamu mengingkari Buddha, Dhamma, dan Sangha dan katakan bahwa kamu tidak membutuhkan mereka"
Suppabuddha menjawab, "Tentu saja saya bukan orang miskin, tanpa seorang pun tempat bersandar. Saya orang kaya; saya memiliki tujuh ciri yang dimiliki oleh para ariya; saya mempunyai keyakinan (saddha), kesusilaan (sila), rasa malu berbuat jahat (hiri), rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa), pengetahuan (suta), murah hati (caga), dan kebijaksanaan (panna)."
Kemudian Sakka menghadap Sang Buddha mendahului Suppabuddha. Sang Buddha menjawab bahwa tidaklah mudah meskipun seratus atau seribu Sakka untuk membujuk Suppabuddha meninggalkan Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Setelah Suppabuddha sampai di vihara, ia melapor kepada Sang Buddha bahwa ia telah mencapai tingkat kesucian sotapatti.
Dalam perjalanan pulangnya dari Vihara Jetavana, Suppabuddha mati berlumuran darah diseruduk seekor sapi yang sedang marah, yang sesungguhnya adalah seorang yakkhini* yang bersalin rupa menjadi seekor sapi. Yakkhini ini tidak lain adalah pelacur yang dibunuh oleh Suppabuddha pada kehidupannya yang lampau dan bersumpah untuk membalas dendam.
Ketika berita kematian Suppabuddha sampai di Vihara Jetavana, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, dimana Suppabuddha dilahirkan kembali, dan Sang Buddha menjawab bahwa Suppabuddha dilahirkan kembali di alam dewa Tavatimsa. Sang Buddha juga menerangkan kepada para bhikkhu bahwa Suppabuddha dilahirkan sebagai seorang kusta karena pada salah satu kelahirannya yang lampau, ia pernah meludahi seorang Pacekabuddha**.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Caranti bālā dummedhā amitteneva attanā
karontā pāpakaṃ kammaṃ yaṃ hoti kaṭukapphalaṃ."
Orang bodoh yang dangkal pengetahuannya,
memperlakukan diri sendiri seperti musuh;
ia melakukan perbuatan jahat
yang akan menghasilkan buah yang pahit.
---------
Notes :
* Yakkhini atau yakkhi = yakkha perempuan.
Yakkha (Pali) = yaksha (Sanskrit), 夜叉 yè chā (Chinese), Yasha (Japanese), ba-lu (Burmese), gnod sbyin (Tibetan).
Yakkha termasuk dalam kategori alam dewa Catummaharajika / alam 4 Raja Dewa (catur = 4, maharaja = raja besar)
Yakkha bermacam-macam tabiatnya, ada yang berperangai buruk dan jahat dan suka mengganggu manusia, ada pula yang berperangai baik dan suka menolong manusia, bahkan mengabulkan permintaan. Untuk paritta perlindungan terhadap yakkha jahat kalau pergi ke hutan-hutan, bacalah Atanatiya Sutta / Atanatiya Paritta.
Tidak semua yakkha merupakan pengikut Sang Buddha. Yakkha juga memiliki kemampuan gaib, seperti menyalin rupa, dll. Yakkha juga memiliki berbagai tingkat, ada yakkha penasehat raja, dll. Mereka menguasai/menjaga/tinggal di danau, sungai, pohon, dll.
Yakkha-yakkha ini dipimpin oleh salah satu dari 4 Raja Dewa dari alam Catummaharajika, yaitu Raja Vessavana (Vaisravana/Kuvera).
Cãtummahãrãjika Bhumi (alam 4 raja dewa (四天王 Sì Tiānwáng)) adalah alam dewa tingkat paling rendah dari 6 alam dewa yang ada. 4 Raja Dewa terdiri dari :
- Dhatarattha : raja dewa yang memimpin bagian/arah timur, memimpin para gandhabba (dewa musisi).
- Virulhaka : raja dewa yang memimpin bagian/arah selatan, memimpin para kumbhanda (penjaga hutan, gunung, dan harta karun yang tersembunyi).
- Virupakkha : raja dewa yang memimpin bagian/arah barat, memimpin para naga.
- Vessavana/Kuvera : raja dewa yang memimpin bagian/arah utara, memimpin para yakkha.
Catummaharajika-bhumi juga sering dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan tempat tinggalnya, yaitu :
• Bhumamattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas tanah (di bumi, gunung, sungai, laut, rumah, vihara, dll)
• Rukakkhattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di atas pohon
• Akasattha Devata yaitu para dewa yg berdiam di angkasa
Raja Bimbisara dari kerajaan Magadha, setelah kematiannya dilahirkan kembali menjadi Yakkha, bernama Janavasabha, dibawah pimpinan Raja Vessavana.
** disadur bebas dari Kutthi Sutta Udana 5.3 / PTS Ud 48 :
Salah satu bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, apa sebabnya Suppabuddha si penderita kusta menjadi seseorang yang miskin dan amat malang? Sang Buddha berkata,
"Dulu kala, bhikkhu, di tempat ini di Rajagaha, Suppabuddha adalah anak dari seorang rentenir/kreditor kaya. Ketika sedang menuju taman hiburan, ia melihat Tagarasikhi, seorang Paccekabuddha, sedang berpindapatta di dalam kota. Ketika melihatnya, ia berpikir, ‘Siapa sih si penderita kusta itu, berkeliaran mencari mangsa?’, sambil meludah dan secara tidak hormat mengarahkan bagian kiri badannya kepada Paccekabuddha tsb, ia lalu pergi. (tanda penghormatan dalam kebudayaan India adalah dengan menjaga bagian kanan tubuh ke arah obyek atau subyek yang kita hormati; seperti waktu kita pradaksina mengelilingi stupa dll, kita memutarinya searah jarum jam).
Sebagai hasil dari perbuatan tersebut ia direbus dalam neraka beratus ribu tahun lamanya, dan setelah itu dilahirkan kembali di sini di Rajagaha sebagai orang miskin, menderita lepra, dan amat malang. Tetapi ketika mendengar Dhamma & Vinaya yang dibabarkan oleh Sang Tathagatha, ia memperoleh keyakinan (saddha), kesusilaan (sila), rasa malu berbuat jahat (hiri), rasa takut akan akibat perbuatan jahat (ottappa), pengetahuan (suta), murah hati (caga), dan kebijaksanaan (panna). Sekarang, setelah kematiannya, ia telah lahir kembali di alam dewa Tavatimsa. Disana, keindahan dan cahaya tubuhnya mengalahkan dewa-dewa lainnya.