(61) Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat
yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya,
maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri.
Janganlah bergaul dengan orang bodoh.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika Mahakassapa Thera bersemayam dekat Rajagaha, beliau tinggal bersama dua orang bhikkhu muda. Salah satu bhikkhu tersebut sangat hormat, patuh, dan taat kepada Mahakassapa Thera. Tetapi bhikkhu yang satu lagi tidak seperti itu. Ketika Mahakassapa Thera mencela kekurang-taatan melaksanakan tugas-tugas murid yang belakangan, murid tersebut sangat kecewa.
Pada suatu kesempatan, ia pergi ke salah satu rumah umat awam siswa Mahakassapa Thera, dan membohongi mereka bahwa Sang Thera sedang sakit. Ia mendapatkan makanan pilihan dari mereka untuk Mahakassapa Thera. Tetapi ia makan makanan tersebut di perjalanan. Ketika Sang Thera menasehati tentang kelakuannya itu, bhikkhu tersebut menjadi sangat marah.
Keesokan harinya ketika Mahakassapa Thera pergi keluar untuk berpindapatta, bhikkhu muda yang bodoh ini tidak ikut. Ia memecahkan tempat air dan kuali, serta membakar vihara.
Seorang bhikkhu dari Rajagaha menceriterakan peristiwa itu kepada Sang Buddha, Sang Buddha mengatakan lebih baik Mahakassapa Thera tinggal sendirian daripada tinggal bersama orang bodoh.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 61 berikut:
“Carañ ce nādhigaccheyya seyyaṃ sadisam attano
Ekacariyaṃ daḷhaṃ kayirā n’atthi bāle sahāyatā”
Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri. Janganlah bergaul dengan orang bodoh.
Bhikkhu dari Rajagaha tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***
---------
Pada suatu kesempatan, ia pergi ke salah satu rumah umat awam siswa Mahakassapa Thera, dan membohongi mereka bahwa Sang Thera sedang sakit. Ia mendapatkan makanan pilihan dari mereka untuk Mahakassapa Thera. Tetapi ia makan makanan tersebut di perjalanan. Ketika Sang Thera menasehati tentang kelakuannya itu, bhikkhu tersebut menjadi sangat marah.
Keesokan harinya ketika Mahakassapa Thera pergi keluar untuk berpindapatta, bhikkhu muda yang bodoh ini tidak ikut. Ia memecahkan tempat air dan kuali, serta membakar vihara.
Seorang bhikkhu dari Rajagaha menceriterakan peristiwa itu kepada Sang Buddha, Sang Buddha mengatakan lebih baik Mahakassapa Thera tinggal sendirian daripada tinggal bersama orang bodoh.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 61 berikut:
“Carañ ce nādhigaccheyya seyyaṃ sadisam attano
Ekacariyaṃ daḷhaṃ kayirā n’atthi bāle sahāyatā”
Apabila dalam pengembaraan seseorang tak menemukan sahabat yang lebih baik atau sebanding dengan dirinya, maka hendaklah ia tetap melanjutkan pengembaraannya seorang diri. Janganlah bergaul dengan orang bodoh.
Bhikkhu dari Rajagaha tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***
---------
Notes :
Bālā = orang bodoh, tidak bijaksana, dungu.
Dalam sutta-sutta ataupun artikel Dhamma, yang disebut dengan ‘orang bodoh’ adalah orang yang tidak bijaksana. Sama sekali bukan orang yang bodoh dalam artian sempit yang kurang pandai di sekolah, atau kurang pandai matematika dll.
Orang bodoh adalah orang yang tidak bijaksana, yang lebih senang mundur daripada maju dalam kebijaksanaan, dan tidak dapat dinasehati.
Banyak orang yang ketika mendengar ayat ini, lalu bertanya, kalau semua orang maunya bergaul dengan orang yang setara / lebih baik, lalu siapa yang akan menolong yang lebih bodoh? Bukannya ini namanya sombong dan pilih-pilih teman ?
Bālā = orang bodoh, tidak bijaksana, dungu.
Dalam sutta-sutta ataupun artikel Dhamma, yang disebut dengan ‘orang bodoh’ adalah orang yang tidak bijaksana. Sama sekali bukan orang yang bodoh dalam artian sempit yang kurang pandai di sekolah, atau kurang pandai matematika dll.
Orang bodoh adalah orang yang tidak bijaksana, yang lebih senang mundur daripada maju dalam kebijaksanaan, dan tidak dapat dinasehati.
Banyak orang yang ketika mendengar ayat ini, lalu bertanya, kalau semua orang maunya bergaul dengan orang yang setara / lebih baik, lalu siapa yang akan menolong yang lebih bodoh? Bukannya ini namanya sombong dan pilih-pilih teman ?
Tentu saja kita harus melihat kemampuan diri kita sendiri, jika kita sanggup menasehati dan bersabar, dan yang dinasehati mau berubah, ada keinginan untuk memperbaiki diri, maka adalah hal yang sangat baik untuk menolong orang-orang seperti ini.
Jika kita jauh lebih kuat dibandingkan kebodohan dia, mungkin kita bisa mengangkat dia dari kebodohan itu.
Tetapi jika dengan bergaulnya kita dengan orang bodoh, ternyata kita malah terseret oleh kebodohannya, sebaiknya janganlah bergaul dengan orang bodoh itu.
Ibarat hendak menolong orang yang tenggelam, kalau kemampuan renang kita kurang dan tidak tahu teknik yang tepat untuk menolong, bisa-bisa kita juga ikut tenggelam bersamanya.