Sunday, 21 November 2010

Kisah Mahakassapa Thera (Dhammapada 4 : 56)

IV. Puppha Vagga - Bunga-bunga

(56) Tidaklah seberapa
harumnya bunga tagara dan kayu cendana;
tetapi harumnya mereka yang memiliki sila (kebajikan)
menyebar sampai ke surga.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah mencapai Nirodhasamapatti (pencerapan batin mendalam), Mahakassapa Thera memasuki suatu desa yang miskin di kota Rajagaha untuk berpindapatta. Beliau bermaksud untuk memberikan kesempatan bagi orang-orang miskin tersebut untuk memperoleh jasa baik sebagai hasil berdana kepada seseorang yang baru saja mencapai Nirodhasamapatti.

Sakka, raja para dewa, yang berharap mendapat kesempatan untuk berdana kepada Mahakassapa Thera menyamar sebagai tukang tenun yang sudah tua dan miskin dan datang ke Rajagaha dengan istrinya Sujata yang menyamar sebagai wanita tua.

Mahakassapa Thera berdiri di depan pintu rumah mereka. Tukang tenun yang sudah tua itu mengambil mangkuk dari Mahakassapa Thera dan mengisi mangkuk tersebut penuh dengan nasi dan kari, dan harumnya kari tersebut menyebar ke seluruh kota. Kejadian ini menyadarkan Mahakassapa Thera bahwa orang tersebut bukan manusia biasa. Dia menghampiri untuk meyakinkan bahwa orang tersebut adalah Sakka.

Sakka mengakui siapa dia sebenarnya dan menyatakan bahwa dia juga miskin sebab dia jarang mempunyai kesempatan untuk mendanakan sesuatu kepada seseorang selama masa kehidupan para Buddha. Setelah mengatakan hal tersebut, Sakka dan istrinya meninggalkan Mahakassapa Thera; setelah memberikan penghormatan kepadanya.

Sang Buddha, dari vihara tempat Beliau tinggal, mengetahui bahwa Sakka dan Sujata telah pergi dan mengatakan kepada para bhikkhu tentang dana makanan dari Sakka kepada Mahakassapa Thera. Para bhikkhu kagum bagaimana Sakka mengetahui bahwa Mahakassapa Thera baru mencapai Nirodhasamapatti, dan merupakan waktu yang sangat tepat dan bermanfaat baginya untuk berdana kepada Sang Thera.

Pertanyaan ini diajukan kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, kebajikan seseorang seperti putraKu, Mahakassapa Thera, menyebar luas dan jauh; bahkan mencapai alam dewa. Karena timbunan perbuatan baiknya, Sakka sendiri telah datang untuk berdana makanan kepadanya".

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Appamatto ayaṃ gandho yāyaṃ tagaracandanī
yo ca sīlavataṃ gandho vāti devesu uttamo."

Tidaklah seberapa,
harumnya bunga tagara dan kayu cendana;
tetapi harumnya mereka, yang memiliki sila (kebajikan),
menyebar sampai ke surga.