Monday 8 November 2010

Kisah Jambuka Thera (Dhammapada 5 : 70)

V. Bala Vagga - Orang Bodoh

(70) Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanannya
dengan ujung rumput kusa, namun demikian ia tidak berharga
seperenambelas bagian dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Jambuka adalah putra seorang hartawan di Savatthi. Berkaitan dengan perbuatan buruk yang dilakukannya di masa lampau, ia dilahirkan dengan kelakuan yang sangat aneh.

Ketika masih anak-anak, ia tidur di lantai tanpa alas kasur, dan memakan kotorannya sendiri sebagai ganti nasi. Ketika ia beranjak dewasa, orang tuanya mengirim kepada Ajivaka, pertapa telanjang. Ketika pertapa itu mengetahui kebiasaan makannya yang aneh, mereka mengusir Jambuka. Pada malam hari ia makan kotoran manusia dan pada siang hari berdiri dengan satu kaki, dan membiarkan mulutnya terbuka. Ia selalu mengatakan bahwa ia membiarkan mulutnya terbuka sebab ia hanya hidup dari udara dan berdiri dengan satu kaki sebab akan terlalu berat berat bagi bumi untuk menerima beban tubuhnya. "Saya tidak pernah duduk, saya tidak pernah tidur," ia membual, dan oleh karena itu ia dikenal dengan nama Jambuka, yang artinya serigala.

Banyak orang mempercayainya dan beberapa datang kepadanya sambil membawa dana makanan. Jambuka akan menolak dan berkata, "Saya tidak makan apapun kecuali udara." Ketika dipaksa, dia akan mengambil sedikit makanan itu dengan menggunakan ujung rumput kusa, dan berkata: "Sekarang pergilah, sedikit makanan tadi akan memberikan cukup banyak kebajikan bagi anda."

Dengan cara ini, Jambuka hidup selama lima puluh lima tahun, telanjang dan hanya makan kotoran.

Suatu hari Sang Buddha melihat bahwa Jambuka akan mencapai tingkat kesucian arahat dalam waktu singkat. Maka pada sore harinya Sang Buddha pergi ke tempat Jambuka tinggal dan menanyakan dimanakah Ia dapat bermalam. Jambuka menunjukkan sebuah gua yang ada di gunung, tidak jauh dari lempengan batu tempat dimana ia tinggal.

Sewaktu malam jaga pertama*, kedua, dan ketiga, dewa-dewa Catumaharajika, Sakka, dan Mahabrahma datang memberikan penghormatan secara bergantian kepada Sang Buddha. Pada ketiga kesempatan tersebut, hutan itu terang benderang dan Jambuka menyaksikan ketiga cahaya tersebut. Pagi harinya, ia pergi menuju tempat Sang Buddha dan bertanya tentang cahaya tersebut.

Ketika diberitahu bahwa dewa-dewa, Sakka dan Mahabrahma datang memberikan hormat pada Sang Buddha, Jambuka sangat terkesan, dan berkata kepada Sang Buddha: "Engkau pasti, sungguh-sungguh merupakan orang besar bagi para dewa, Sakka, dan Mahabrahma, sehingga mereka datang dan memberikan hormat kepadamu. Sedangkan aku, meskipun telah berlatih hidup sederhana selama 55 tahun, hidup dari udara dan berdiri dengan satu kaki, tidak satu dewa pun, tidak juga Sakka, Mahabrahma pernah datang mengunjungiku."

Sang Buddha berkata kepadanya, "O, Jambuka! Kamu dapat menipu orang lain, tetapi kamu tidak dapat menipuku. Saya tahu bahwa selama 55 tahun kamu makan kotoran dan tidur di tanah."

Lebih jauh Sang Buddha menerangkan kepadanya bagaimana dalam kehidupannya yang lampau pada masa Buddha Kassapa, Jambuka telah menghalangi seorang thera untuk berkunjung ke rumah umat awam yang ingin berdana makanan dan bagaimana ia telah membuang makanan untuk thera tersebut yang dititipkan kepadanya. Karena kejahatannya itulah Jambuka sekarang makan kotoran dan tidur di tanah. Mendengar penjelasan tersebut, Jambuka sangat terkejut dan menyesal telah berbuat jahat dan telah menipu orang lain.

Ia berlutut di hadapan Sang Buddha, dan Sang Buddha memberinya selembar kain untuk dikenakan. Sang Buddha kemudian memberikan khotbah; dan pada akhir khotbah, Jambuka mencapai tingkat kesucian arahat serta menjadi murid Sang Buddha.

Murid Jambuka dari Anga dan Magadha datang dan mereka sangat terkejut melihat Jambuka bersama Sang Buddha. Jambuka menjelaskan kepada mereka bahwa ia telah menjadi anggota Sangha dan menjadi murid Sang Buddha. Kepada mereka Sang Buddha berkata, meskipun guru mereka telah hidup sederhana dengan makan makanan yang sangat sedikit sekali, tetapi hal itu tidak ada manfaatnya, bahkan tidak bernilai 1/16 bagian dari latihan dan pencapainnya yang sekarang.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Māse mase kusaggena bālo bhuñjetha bhojanaṃ
na so saṃkhātadhammānaṃ kalaṃ nāgghati soḷasiṃ."

Biarpun bulan demi bulan orang bodoh memakan makanannya dengan ujung rumput kusa,
namun demikian ia tidak berharga seperenambelas dari mereka yang telah mengerti Dhamma dengan baik.
----------

Notes :
* jaman dahulu, waktu malam hari dibagi menjadi 3 bagian; yaitu malam jaga pertama (jam 6 – 10 malam), malam jaga kedua ( jam 10 malam – 2 pagi) , dan malam jaga ketiga (jam 2 - 6 pagi ).