Friday 23 July 2010

Kisah Seorang Murid Awam (Dhammapada 15 : 203)

XV. Sukha Vagga – Kebahagiaan

(203) Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat.
Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar.
Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya,
orang bijaksana memahami bahwa nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi. 
--------------------------------------------------------------------------------------------------

Suatu hari Sang Buddha mengetahui dari penglihatan-Nya bahwa terdapat seorang laki-laki miskin yang akan mampu mencapai tingkat kesucian sotapatti di desa Alavi. Maka sang Buddha pergi ke desa tersebut yang berjarak 30 yojana (+/- berkisar 180km – 450km) dari Savatthi.

Pada dini hari laki-laki tersebut kehilangan kerbau, maka dia pergi mencari kerbaunya. Sementara itu, dana makanan sedang diberikan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu di sebuah rumah di desa Alavi. Setelah bersantap, orang-orang bersiap untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha; tetapi Sang Buddha menunggu laki-laki itu.

Setelah menemukan kerbaunya, laki-laki itu datang dengan berlari-lari ke rumah tempat Sang Buddha berada. Laki-laki tersebut letih dan lapar, maka Sang Buddha meminta pada pendana yang berada di situ untuk memberi makan kepada laki-laki tersebut. Setelah laki-laki tersebut selesai makan, Sang Buddha memberikan khotbah, menjelaskan Dhamma tahap demi tahap, dan akhirnya sampai pada penjelasan tentang `Empat Kebenaran Mulia`. Murid awam tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti pada saat khotbah berakhir.

Setelah itu Sang Buddha dan para bhikkhu pulang kembali ke Vihara Jetavana. Dalam perjalanan pulang, para bhikkhu berkata, sangat mengejutkan Sang Buddha meminta makanan pada pendana makanan untuk memberikan makanan kepada laki-laki muda sebelum Beliau mulai khotbah.

Mendengar perkataan tersebut, Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, apa yang kamu katakan adalah benar, tetapi kamu tidak mengerti mengapa Saya datang ke tempat itu, yang berjarak 30 yojana; karena Saya mengetahui bahwa ia dalam kondisi siap menerima Dhamma. Jika ia merasa sangat lapar, rasa sakit kelaparan itu akan menghalangi ia menerima Dhamma secara utuh. Laki-laki itu telah bepergian mencari kerbaunya sepanjang pagi, oleh karena itu ia sangat letih dan juga sangat lapar. Para bhikkhu, dari semuanya, tidak ada penderitaan yang sangat sulit ditanggung seperti kelaparan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Jighacchāparamā rogā,
saṃkhārā paramā dukhā,
etaṃ ñatvā yathābhūtaṃ,
nibbānaṃ paramaṃ sukhaṃ."

Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat.
Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar.
Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya,
orang bijaksana memahami bahwa nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi.