Wednesday, 12 May 2010

Kisah Murid-Murid Para Petapa Non-Buddhist (Dhammapada 22 : 318-319)

XXII. Niraya Vagga - Neraka

(318) Mereka yang menganggap tercela terhadap apa yang sebenarnya tidak tercela,
dan menganggap tidak tercela terhadap apa yang sebenarnya tercela;
maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu
akan masuk ke alam sengsara.

(319) Mereka yang mengetahui apa yang tercela sebagai tercela, 
dan apa yang tidak tercela sebagai tidak tercela;
maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu 
akan masuk ke alam bahagia.
----------------------------------------------------------------------------------------------

Murid-murid dari petapa-petapa Titthi tidak ingin anak-anak mereka bermain dengan anak-anak pengikut Sang Buddha. Mereka sering berkata kepada anak-anaknya, "Jangan pergi ke Vihara Jetavana, jangan memberi hormat kepada para bhikkhu dari suku Sakya!"

Suatu ketika, anak-anak laki Titthi tersebut sedang bermain dengan seorang anak laki-laki Buddhis di dekat pintu masuk Vihara Jetavana, mereka merasa sangat haus. Karena anak-anak dari murid-murid petapa Titthi telah diberitahu oleh orang tua mereka untuk tidak memasuki vihara Sang Buddha, mereka meminta anak laki-laki Buddhis itu untuk pergi ke vihara dan membawakan air untuk mereka. Anak laki-laki Buddhis tersebut pergi masuk ke vihara, memberi hormat kepada Sang Buddha. Setelah minum, ia menceritakan kepada Sang Buddha tentang teman-temannya yang dilarang oleh orang tua mereka untuk memasuki vihara Buddha

Sang Buddha berkata kepada anak laki-laki tersebut agar disampaikan kepada teman-temannya yang bukan Buddhis untuk datang dan minum di vihara. Ketika anak-anak laki tersebut datang, Sang Buddha memberi khotbah kepada mereka untuk menyesuaikan wataknya yang beraneka ragam. Sebagai hasilnya, anak-anak tersebut menjadi yakin terhadap Tiga Permata (Tiratana), yaitu Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Ketika anak-anak tersebut kembali ke rumah, mereka menceritakan kunjungan mereka ke Vihara Jetavana dan tentang Sang Buddha yang telah mengajarkan Tiga Permata kepada mereka.

Karena kebodohannya, para orang tua anak-anak tersebut berteriak, "Anak-anak laki kita telah tidak setia terhadap kepercayaan kita, mereka telah dihancurkan," dan seterusnya. Beberapa tetangga yang pandai menasehati para orang tua yang sedang meratap itu untuk berhenti menangis, dan sebaiknya mengirimkan anak-anak mereka kepada Sang Buddha. Mereka menyetujuinya, dan anak-anak tersebut beserta orang tuanya pergi menghadap Sang Buddha.

Sang Buddha mengetahui mengapa mereka datang. Beliau berkata kepada mereka dalam syair berikut ini :

"Avajje vajjamatino vajje cāvajjadassino
micchādiṭṭhisamādānā sattā gacchanti duggatiṃ

Vajjañ ca vajjato ñatvā avajjañ ca avajjato
micchādiṭṭhisamādānā sattā gacchanti suggatiṃ."

Mereka yang menganggap salah apa yang sebenarnya tidak salah,
dan menganggap tidak salah apa yang sebenarnya salah;
maka orang yang menganut pandangan salah seperti itu
akan masuk ke alam sengsara.

Mereka yang mengetahui apa yang salah sebagai salah,
dan apa yang tidak salah sebagai tidak salah;
maka orang yang menganut pandangan benar seperti itu
akan masuk ke alam bahagia.

Pada akhir khotbah Dhamma ini, semua orang yang hadir menjadi yakin terhadap Tiga Permata (Tiratana), dan setelah mendengarkan khotbah selanjutnya dari Sang Buddha, mereka mencapai tingkat kesucian sotapatti.