XXIV. Tanha Vagga - Nafsu Keinginan
(355) Kekayaan dapat menghancurkan orang bodoh,
tetapi tidak menghancurkan mereka yang mencari `Pantai Seberang` (nibbana).
Karena nafsu keinginan mendapatkan kekayaan,
orang bodoh menghancurkan dirinya sendiri dan orang lain.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu ketika, Raja Pasenadi dari Kosala datang untuk memberi hormat kepada Sang Buddha. Ia menjelaskan kepada Sang Buddha bahwa ia terlambat datang karena pada pagi hari itu seorang kaya telah meninggal dunia di Savatthi tanpa meninggalkan ahli waris. Hal ini menjadikannya harus mengambil alih semua kekayaan orang itu. Kekayaannya berjumlah 8 juta keping emas, belum termasuk uang perak, dan membutuhkan waktu 7 hari untuk mengangkutnya ke gudang harta Raja. Kemudian Raja menceritakan perihal orang itu, yang meskipun sangat kaya namun sangat kikir. Saat orang itu masih hidup, ia tidak pernah memberikan apapun sebagai wujud kemurahan hati. Ia menolak untuk membelanjakan uangnya bahkan untuk dirinya sendiri, dan karenanya, makan sangat hemat serta mengenakan pakaian dari kain yang kasar dan murah. Mendengar hal ini Sang Buddha menceritakan kepada raja serta para pengiringnya tentang orang itu pada saat kehidupannya yang lampau. Dalam kehidupannya itu ia juga seorang kaya.
Suatu hari ketika seorang Paccekabuddha datang dan berdiri untuk berpindapatta di depan rumahnya. Ia berkata pada istrinya untuk mempersembahkan sesuatu kepada Paccekabuddha. Istrinya berpikir sangat jarang suaminya memberi ijin untuk memberikan sesuatu pada orang lain. Maka istrinya mengisi penuh mangkok Beliau dengan makanan. Orang kaya tersebut sekali lagi bertemu dengan Paccekabuddha tersebut dalam perjalanan pulang ke rumah dan ia melihat pada mangkok makanannya. Mengetahui bahwa istrinya telah mempersembahkan makanan yang baik dalam jumlah banyak, ia berpikir, "Oh, bhikkhu ini hanya akan tidur nyenyak setelah makan enak. Akan lebih baik bila pelayan-pelayanku yang diberi makanan sebaik itu. Paling tidak, mereka akan memberiku pelayanan yang lebih baik." Dengan kata lain, ia menyesal bahwa ia telah menyuruh istrinya untuk mempersembahkan dana makanan pada Paccekabuddha.
Orang ini mempunyai seorang kakak yang juga kaya. Kakaknya hanya mempunyai satu orang anak lelaki. Karena iri hati atas kekayaan kakaknya, ia telah membunuh keponakannya yang masih muda dan karenanya ia mewarisi secara tidak sah kekayaan kakaknya setelah meninggal dunia.
Karena orang tersebut telah mempersembahkan dana makanan pada Paccekabuddha, ia menjadi orang kaya dalam kehidupannya sekarang. Karena ia menyesal telah mendanakan makanan pada Paccekabuddha maka ia tidak punya keinginan untuk membelanjakan apapun bahkan untuk dirinya sendiri. Karena ia telah membunuh keponakannya sendiri untuk mendapatkan kekayaan kakaknya, ia telah menderita dalam alam neraka (niraya) selama tujuh kali kehidupan dan tanpa anak. Perbuatan buruknya telah berakhir sehingga ia terlahir kembali ke alam manusia, tetapi di sini ia juga tidak melakukan perbuatan baik.
Raja kemudian berkata, "Bhante, meskipun ia telah hidup di sini dalam masa kehidupan seorang Buddha, ia tidak pernah mempersembahkan apapun kepada Sang Buddha maupun murid-muridNya. Sesungguhnya, ia telah kehilangan kesempatan yang sangat baik, ia sangat bodoh."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
"Hananti bhogā dummedhaṃ no ce pāragavesino
bhogataṇhāya dummedho hanti aññe va attanaṃ."
Kekayaan dapat menghancurkan orang bodoh,
tetapi tidak menghancurkan mereka yang mencari `Pantai Seberang` (nibbana).
Karena nafsu keinginan mendapatkan kekayaan,
orang bodoh menghancurkan dirinya sendiri dan orang lain.