Wednesday 21 April 2010

Kisah Deva Ankura (Dhammapada 24 : 356-359)

XXIV. Tanha Vagga - Nafsu Keinginan

(356) Rumput liar merusak sawah dan ladang;
nafsu indria merusak  manusia.
Karena itu dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari nafsu indria
akan menghasilkan pahala yang besar.

(357) Rumput liar merusak sawah dan ladang; 

kebencian merusak manusia.
karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari kebencian
akan menghasilkan pahala yang besar.

(358) Rumput liar merusak sawah dan ladang; 

ketidak-tahuan merusak manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari ketidak-tahuan
akan menghasilkan pahala yang besar.

(359) Rumput liar merusak sawah dan ladang; 

iri hati merusak manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari iri hati
akan menghasilkan pahala yang besar.

--------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika Sang Buddha berkunjung ke alam dewa Tavatimsa, Sang Buddha membabarkan syair tersebut (356-359), berkenaan dengan dewa Ankura.

Pada suatu waktu, ketika Anuruddha Thera berpindapatta di suatu desa, Indaka (yang waktu itu masih sebagai manusia) memberinya sesendok makanan. Sebaliknya, dewa Ankura yang sewaktu menjadi manusia telah memberikan dana banyak sekali, keagungan dan kemegahannya kurang dari Indaka.

Kemudian Ankura menanyakan kepada Sang Buddha, apa sebab perbedaan dalam hasil perbuatan baik tersebut. Kepadanya Sang Buddha menjawab, “O dewa, ketika memberikan dana kamu seharusnya memilih kepada siapa kamu memberi, karena perbuatan dana seperti halnya menanam bibit. Bibit yang ditanam di tanah yang subur akan tumbuh menjadi pohon atau tanaman yang kuat dan hebat, serta akan menghasilkan banyak buah; tetapi kamu telah menebarkan bibitmu di tanah yang tandus, sehingga kamu memperoleh sangat sedikit."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini :

"Tiṇadosāni khettāni, rāgadosā ayaṃ pajā
tasmā hi vītarāgesu dinnaṃ hoti mahapphalaṃ

tiṇadosāni khettāni, dosadosā ayaṃ pajā
tasmā hi vītadosesu dinnaṃ hoti mahapphalaṃ

tiṇadosāni khettāni, mohadosā ayaṃ pajā
tasmā hi vītamohesu dinnaṃ hoti mahapphalaṃ

tiṇadosāni khettāni, icchādosā ayaṃ pajā
tasmā hi vīgaticchesu dinnaṃ hoti mahapphalaṃ.”

Rumput liar merusak sawah dan ladang; nafsu indria merusak  manusia.
Karena itu dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari nafsu indria
akan menghasilkan pahala yang besar.

Rumput liar merusak sawah dan ladang; kebencian merusak manusia.
karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari kebencian
akan menghasilkan pahala yang besar.

Rumput liar merusak sawah dan ladang; ketidak-tahuan merusak manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari ketidak-tahuan
akan menghasilkan pahala yang besar.

Rumput liar merusak sawah dan ladang; iri hati merusak manusia.
Karena itu, dana yang dipersembahkan kepada mereka yang telah bebas dari iri hati
akan menghasilkan pahala yang besar.
----------

Notes :

Indaka hanya memberi sesendok makanan kepada Anuruddha Thera, tetapi Indaka memberikannya kepada seorang Arahat, yang telah bebas dari kekotoran batin dll, yang merupakan ladang yang subur.

Kemegahan dan keagungan para dewa ini beragam, tergantung dari besarnya kebajikan yang mereka lakukan. Makin besar keagungannya, makin terang sinar tubuhnya, dan kedudukannya pun lebih tinggi.

Biasanya, mereka duduk berdasarkan derajat keagungannya, yang paling agung duduk paling depan, dan mereka harus mundur jika ada dewa yang lebih agung darinya. Dalam kisah diatas, dikatakan Ankura pada awalnya duduk di depan dekat Sang Buddha, namun setelah dewa-dewa lain berdatangan, dewa Ankura akhirnya duduk 12 liga jauhnya dari Sang Buddha, sementara Indaka duduk di dekat Sang Buddha.