Tuesday, 9 March 2010

Kisah Sivali Thera (Dhammapada 26 : 414)

BAB XXVI. Brahmana Vagga – Brahmana

 (414) Orang yang telah menyeberangi lautan kehidupan (samsara) yang kotor,
berbahaya dan bersifat maya;
yang telah menyeberang dan mencapai 'Pantai Seberang' (nibbana);
yang selalu bersemadi, tenang, dan bebas dari keragu-raguan;
yang tidak terikat pada sesuatu apapun dan telah mencapai nibbana,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
-----------------------------------------------------------------------------------------------

Putri Suppavasa dari Kundakoliya sedang hamil selama tujuh tahun dan kemudian selama tujuh hari ia mengalami kesakitan pada saat melahirkan anaknya. Ia terus merenungkan sifat-sifat khusus Sang Buddha, Dhamma dan Sangha. Ia menyuruh suaminya pergi menemui Sang Buddha untuk memberikan penghormatan dengan membungkukkan badan demi kepentingannya dan untuk memberitahu Beliau tentang keadaannya.

Ketika diberitahu mengenai keadaan putri tersebut, Sang Buddha berkata, "Semoga Suppavasa bebas dari bahaya dan penderitaan; semoga ia melahirkan anak yang sehat dan mulia dengan selamat." Ketika kata-kata ini sedang diucapkan, Suppavasa melahirkan anak di rumahnya. Pada hari itu juga, segera setelah kelahiran anak tersebut, Sang Buddha beserta beberapa bhikkhu diundang untuk datang ke rumahnya. Dana makanan diberikan di sana dan bayi yang baru saja lahir memberikan air sudah disaring kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Untuk merayakan kelahiran bayi tersebut, orang tuanya mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu ke rumah mereka untuk memberikan dana makanan selama tujuh hari.

Ketika anaknya tumbuh dewasa, ia diterima dalam pasamuan dan sebagai bhikkhu ia dikenal dengan nama Sivali. Ia mencapai tingkat kesucian arahat segera setelah kepalanya dicukur. Kemudian, ia menjadi terkenal sebagai seorang bhikkhu yang dengan mudah selalu menerima pemberian berjumlah besar. Sebagai bhikkhu penerima dana, ia tidak terbandingkan.

Pada suatu kesempatan, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, mengapa Sivali, yang memiliki kemampuan menjadi seorang arahat, terkungkung dalam rahim ibunya selama tujuh tahun. Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Dalam salah satu kelahirannya yang terdahulu, Sivali adalah anak dari raja yang kehilangan kerajaannya karena direbut oleh raja lain. Dalam usahanya untuk memperoleh kembali kerajaan mereka, ia (Sivali) telah mengepung kota kerajaan atas nasihat ibunya. Sebagai akibatnya, orang-orang di dalam kota itu tanpa makanan dan air selama tujuh hari. Karena perbuatan jahat itulah, maka Sivali terkurung dalam rahim ibunya selama tujuh tahun. Tetapi sekarang, Sivali telah sampai pada akhir dari semua dukkha/ penderitaan; ia telah merealisasi nibbana."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

“Yo imaṃ palipathaṃ duggaṃ
saṃsāraṃ moham accagā
tiṇṇo pāragato jhāyi
anejo akathaṃkathī
anupādāya nibbuto
tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ.”

Orang yang telah menyeberangi lautan kehidupan (samsara) yang kotor, berbahaya dan bersifat maya; yang telah menyeberang dan mencapai 'Pantai Seberang' (nibbana); yang selalu bersemadi, tenang, dan bebas dari keragu-raguan; yang tidak terikat pada sesuatu apapun dan telah mencapai nibbana, maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.
-----------

Notes :

Para bhikkhu dengan segera menyadari keanehan yang terjadi jika mereka bersama dengan Sivali, Sivali selalu memperoleh banyak sekali makanan yang lezat dan harum serta kebutuhan-kebutuhan lainnya (jubah, tempat berteduh, dan obat-obatan). Bhikkhu-bhikkhu yang bersamanya juga mendapat kelebihan dari pemberian-pemberian itu. Kemanapun Sivali pergi, orang-orang berkerumun untuk menyiapkan makanan untuknya. Donatur-donatur juga mempersembahkan kebutuhan-kebutuhan bhikkhu tiap kali beliau berpindapatta.

Kemanapun Sivali pergi, manusia dan dewa-dewa selalu menyokongnya. Suatu waktu Sivali Thera dan 500 bhikkhu berada di hutan yang tak berpenghuni, mereka tidaklah kekurangan makan. Para dewa memastikan semua kebutuhan mereka terpenuhi. Demikian juga ketika bepergian di gurun. Sang  Buddha, melihat bahwa Sivali telah memenuhi tekad aditthana yang dibuat di masa lalu, menyatakan bahwa Sivali adalah yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. Sang Buddha juga menginstruksikan bhikkhu-bhikkhu yang melakukan perjalanan jauh dan berat melalui daerah tak berpenghuni agar ditemani oleh Sivali, karena dengan bersama Sivali kebutuhan mereka akan terpenuhi juga. Bahkan, ketika satu saat Sang Buddha dan rombongan 30,000 bhikkhu pergi mengunjungi Khadiravaniya Revata Thera (adik Sariputta Thera, lihat juga kisah no 98), mereka harus melalui hutan yang tak berpenghuni. Ananda Thera, kuatir bagaimana memperoleh kebutuhan untuk jumlah bhikkhu sedemikian besar selama perjalanan di hutan itu, bertanya kepada Sang Buddha. Sang Buddha menenangkan Ananda agar tidak perlu kuatir karena Sivali akan pergi bersama mereka. Dimanapun Sivali berada, tidak akan kekurangan dana makanan karena para dewa pun akan menyokong kebutuhan Sivali.

Untuk mengetahui sebab dari kejadian aneh ini, kita harus melihat kembali ke masa Buddha Padumuttara. Sivali, waktu itu terlahir sebagai orang miskin, berkesempatan melihat Buddha Padumuttara sedang menyatakan seorang bhikkhu sebagai yang terkemuka dalam penerimaan dana kebutuhan pokok. Terpesona melihat cara orang berbondong-bondong memberi dana kebutuhan pokok kepada bhikkhu tersebut, Sivali memutuskan untuk memperoleh posisi seperti itu di kehidupan selanjutnya. Kemudian ia melakukan banyak kemurahan hati kepada Buddha Padumuttara beserta rombongan bhikkhu Sangha, serta menyatakan tekad aditthana untuk menjadi seperti itu. Buddha Padumuttara, melihat bahwa tekad Sivali tersebut dapat terpenuhi, meramalkan Sivali akan memenuhi aditthananya dimasa Buddha Gotama. Sejak saat itu, Sivali bekerja keras untuk mewujudkan aditthananya.

Pada masa Buddha Vipasi, Sivali lahir sebagai pedagang di kota Bandhumati. Penduduk kota sedang mempersiapkan dana besar kepada Buddha Vipassi beserta rombongan bhikkhu Sangha ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak memiliki cukup dadih dan madu. Maka dikirimlah pesan ke seluruh penjuru kota untuk mendapatkan benda tersebut. Karena tidak dapat memperoleh jumlah yang diinginkan, akhirnya pesuruh raja menaikkan harga dadih dan madu dari satu koin emas menjadi 100 koin emas. Sementara itu mereka mendatangi Sivali yang menjual dadih dan madu dan menawarkan 100 koin emas untuk dagangannya. Sivali sangat terkejut atas penawaran dengan harga yang sangat tinggi itu, dan ia bertanya siapakah yang akan memakan dadih dan madu itu? “Untuk Buddha Vipassi dan rombongan bhikkhu Sangha,” jawab mereka. Kemudian Sivali mendanakan barang dagangannya itu kepada Buddha Vipassi dan memperbarui aditthananya. Buddha Vipasi, melihat bahwa aditthana itu akan tercapai, memberkatinya dengan berkata, “Semoga keinginanmu terpenuhi”. Sivali kemudian menjadi pengikut Buddha Vipasi dan mempraktekkan ajaranNya.

Berikut ini cuplikan dari ceramah Ajahn Lee Dhammadharo menceritakan kepada murid-muridnya, berkenaan dengan makan secara sederhana sebagai bhikkhu :

Ambillah contoh dari Sivali Thera. Beliau makan dengan sederhana. Bagaimana beliau makan dengan sederhana? Kebanyakan yang kita tahu mengenai Sivali Thera adalah ia sangat banyak menerima kekayaan dana persembahan. Tetapi, sebenarnya, darimanakah kekayaan itu berasal? Itu berasal dari makan dengan sederhana, Apa yang telah dilakukan Sivali Thera adalah begini : ketika ia menerima kain, ia tidak akan memakai apa yang diterimanya sebelum ia memberikan dana kain kepada orang lain. Ketika ia menerima makanan, ia tidak akan memakannya sebelum membaginya dengan orang lain.  Apapun yang kebutuhan pokok yang diterimanya, makanan, pakaian, tempat berteduh, ataupun obat-obatan, baik sedikit maupun banyak, ia tidak akan menggunakannya sebelum berbagi dengan orang lain. Ketika ia mendapat banyak, ia akan membagi banyak demi manfaat untuk banyak orang. Ketika ia mnerima sedikit, ia pun tetap mencoba memberi manfaat untuk orang lain. Ini merupakan sumber dari berbagai macam hal yang baik. Demikian yang dilakukan oleh Sivali Thera. Ketika ia meninggal dari masa kehidupan itu dan terlahir kembali di kehidupannya yang terakhir, ia memperoleh kekayaan dan tidak pernah kelaparan. Bahkan walaupun ia pergi ke tempat dimana makanan sulit didapat, ia tidak pernah menjumpai kelangkaan, tidak pernah kekurangan.

Dalam Itivuttaka 26, Buddha mengatakan : “Wahai para bhikkhu, seandainya para makhluk tahu, seperti yang Tathagatha tahu, buah dari perbuatan memberi serta berbagi, mereka tidak akan makan sebelum memberi; mereka tidak akan membiarkan noda kekikiran menguasai mereka dan mengakar di dalam pikiran. Bahkan seandainya itu adalah makanan terakhir, suapan terakhir, mereka tidak akan menikmatinya tanpa membaginya seandainya ada orang yang dapat diajak berbagi.”