Tuesday 16 March 2010

Kisah Mahapanthaka Thera (Dhammapada 26 : 407)

BAB XXVI. Brahmana Vagga – Brahmana

(407) Seseorang yang nafsunya, kebenciannya, 
kesombongan dan keangkuhannya telah gugur 
seperti biji sesawi yang jatuh dari ujung jarum, 
maka ia Kusebut seorang `brahmana`. 
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mahapanthaka Thera telah menjadi seorang arahat ketika adik laki-lakinya Culapanthaka masuk pasamuan bhikkhu. Culapathaka sejak lahir adalah seorang yang dungu karena ia pernah menertawakan seorang bhikkhu dungu pada salah satu kehidupannya terdahulu. Culapanthaka tidak dapat bahkan mengingat satu syair dalam waktu empat bulan. Mahapanthaka menjadi kecewa dengan adiknya dan menyuruhnya untuk meninggalkan vihara karena ia tidak ada gunanya berada dalam pasamuan bhikkhu.
Berkaitan dengan hal tersebut, pada suatu kesempatan, para bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha, mengapa meskipun ia seorang arahat, mengusir adik laki-lakinya dari vihara. mereka juga menambahkan, "Apakah para arahat masih kehilangan kesabarannya? Apakah mereka masih mempunyai kekotoran batin seperti keinginan jahat dalam diri mereka?"

Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Para arahat tidak mempunyai keinginan jahat seperti nafsu dan kebencian dalam diri mereka. Murid-Ku Mahapanthaka melakukan hal seperti itu dengan pengertian demi keuntungan saudaranya dan bukan karena keinginan jahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Yassa rāgo ca doso ca māno makkho ca pātitosāsapo-r-iva āraggā tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ."

Seseorang yang nafsunya, kebenciannya,
kesombongannya dan keangkuhannya 
telah gugurseperti biji sesawi yang jatuh dari ujung jarum,
maka ia Kusebut seorang `brahmana`.

< ---------------

*Lihat juga kisah ke 25Sombong adalah sifat menghargai diri sendiri secara berlebihan, sementara angkuh adalah sifat suka memandang rendah kepada orang lain.