(17) Di dunia ini ia menderita, di dunia sana ia menderita.
Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu.
Ia meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat,",
dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu saat Devadatta menetap bersama Sang Buddha di Kosambi. Selama tinggal di sana, ia menyadari bahwa Sang Buddha menerima banyak perhatian dan penghormatan, maupun pemberian. Dia merasa iri hati terhadap Sang Buddha, dan ingin memimpin Sangha yang terdiri dari bhikkhu-bhikkhu.
Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha, dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.
Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan Pakasaniya Kamma atas kelakuan Devadatta. (* Yaitu pengumuman mengenai salah satu anggota Sangha bahwa apapun yang dilakukan oleh yang bersangkutan (Devadatta) baik kata-kata maupun perbuatan, harus dilihat sebagai urusan Devadatta sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Buddha, Dhamma dan Sangha. )
Devadatta merasa tersinggung, serta bersumpah membalas dendam dan menantang Sang Buddha. Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.
Pertama, dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua, dengan memanjat ke atas bukit Gijjhakuta, dan menjatuhkan sebuah batu besar kepada Sang Buddha; dan ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk menyerang Sang Buddha.
Pemanah sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian sotapatti, tanpa menyakiti Sang Buddha.
Batu besar yang didorong jatuh Devadatta melukai sedikit jari kaki Sang Buddha, dan ketika gajah Nalagiri lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh Sang Buddha.
Dengan demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha. Dia mencoba siasat lainnya, mencoba memecah belah Sangha, dengan cara membawa pergi beberapa bhikkhu baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.
Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka telah dibawa pulang kembali oleh Sariputta Thera dan Maha Moggallana Thera.
Kemudian, Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit selama sembilan bulan, Devadatta menyesal dan meminta murid-muridnya untuk membawanya menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Mendengar kabar bahwa Devadatta akan tiba, Sang Buddha berkata kepada murid-murid-Nya, bahwa Devadatta tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menemui-Nya.
Ketika Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat Vihara Jetavana, para pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di tepi kolam, dan mereka pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya, dan menaruhkan kedua kakinya di tanah.
Pada saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit demi sedikit dia ditelan bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk melihat Sang Buddha, karena perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang Buddha*. Setelah kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya), tempat yang penuh dengan penyiksaan terus menerus.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Idha tappati pecca tappati
pāpakārī ubhayattha tappati
“pāpaṃ me katan” ti tappati
bhiyyo tappati duggatiṃ gato."
Di dunia ini ia menderita di dunia sana ia menderita
Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu
Ia meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat,",
dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara.
Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memberikan khotbah di Vihara Veluvana di dekat Rajagaha, dia mendekati Sang Buddha, dan dengan alasan bahwa Sang Buddha sudah semakin tua, dia sangat berharap Sangha akan dipercayakan kepada pengawasannya.
Sang Buddha menolak usulnya serta menegur, bahwa dia telah menelan air ludah orang lain. Sang Buddha kemudian meminta Sangha melaksanakan Pakasaniya Kamma atas kelakuan Devadatta. (* Yaitu pengumuman mengenai salah satu anggota Sangha bahwa apapun yang dilakukan oleh yang bersangkutan (Devadatta) baik kata-kata maupun perbuatan, harus dilihat sebagai urusan Devadatta sendiri dan tidak ada hubungannya dengan Buddha, Dhamma dan Sangha. )
Devadatta merasa tersinggung, serta bersumpah membalas dendam dan menantang Sang Buddha. Tiga kali, dia mencoba untuk membunuh Sang Buddha.
Pertama, dengan menggunakan beberapa pemanah sewaan. Kedua, dengan memanjat ke atas bukit Gijjhakuta, dan menjatuhkan sebuah batu besar kepada Sang Buddha; dan ketiga, dengan memabukkan Gajah Nalagiri untuk menyerang Sang Buddha.
Pemanah sewaan kembali setelah mencapai tingkat kesucian sotapatti, tanpa menyakiti Sang Buddha.
Batu besar yang didorong jatuh Devadatta melukai sedikit jari kaki Sang Buddha, dan ketika gajah Nalagiri lari menuju Sang Buddha, ia dibuat jinak oleh Sang Buddha.
Dengan demikian Devadatta gagal untuk membunuh Sang Buddha. Dia mencoba siasat lainnya, mencoba memecah belah Sangha, dengan cara membawa pergi beberapa bhikkhu baru, menyingkir bersamanya ke Gayasisa.
Bagaimanapun juga, banyak diantara mereka telah dibawa pulang kembali oleh Sariputta Thera dan Maha Moggallana Thera.
Kemudian, Devadatta jatuh sakit. Setelah menderita sakit selama sembilan bulan, Devadatta menyesal dan meminta murid-muridnya untuk membawanya menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana.
Mendengar kabar bahwa Devadatta akan tiba, Sang Buddha berkata kepada murid-murid-Nya, bahwa Devadatta tidak akan pernah mendapat kesempatan untuk menemui-Nya.
Ketika Devadatta dan rombongannya mencapai kolam di dekat Vihara Jetavana, para pengangkutnya meletakkan tandu tempat berbaringnya di tepi kolam, dan mereka pergi mandi. Devadatta bangun dari tempat berbaringnya, dan menaruhkan kedua kakinya di tanah.
Pada saat itu juga kakinya masuk ke dalam bumi, dan sedikit demi sedikit dia ditelan bumi. Devadatta tidak memiliki kesempatan untuk melihat Sang Buddha, karena perbuatan jahat yang telah dia lakukan terhadap Sang Buddha*. Setelah kematiannya, dia terlahir di Neraka Avici (Avici Niraya), tempat yang penuh dengan penyiksaan terus menerus.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Idha tappati pecca tappati
pāpakārī ubhayattha tappati
“pāpaṃ me katan” ti tappati
bhiyyo tappati duggatiṃ gato."
Di dunia ini ia menderita di dunia sana ia menderita
Pelaku kejahatan menderita di kedua dunia itu
Ia meratap ketika berpikir, "Aku telah berbuat jahat,",
dan ia akan lebih menderita lagi, ketika berada di alam sengsara.
----------------------------------
Notes :
* Ada beberapa jenis penggolongan karma. Salah satunya adalah 5 Akusala Garuka Kamma / Karma Berat.
Devadatta telah melakukan Garuka Kamma. Garuka Kamma ini saking beratnya, akan menghasilkan buah karmanya dalam kehidupan ini atau segera di kehidupan berikut.
Melakukan salah satu Garuka kamma ini akan mengakibatkan kelahiran di Avici, neraka yang paling dalam dan paling mengerikan.
5 Garuka Kamma ini adalah :
- memecah belah Sangha
- melukai Buddha
- membunuh Arahat
- membunuh ibu
- membunuh ayah
Di sumber lain, dikatakan, Devadatta pada saat ditelan bumi, ia sempat berteriak menyatakan bahwa ia berlindung kepada Buddha Dhamma dan Sangha. Pada kesempatan lain, Sang Buddha juga mengatakan bahwa sekeluarnya Devadatta dari Avici, beliau akan menjadi Paccekabuddha karena kebajikan-kebajikan lain yang telah dikumpulkannya (sumber text Mahayana mengatakan akan menjadi Buddha).