Wednesday 1 December 2010

Kisah Soreyya (Dhammapada 3 : 43)

III. Citta Vagga - Pikiran

(43) Sebaik apapun kebajikan yg dilakukan
oleh ayah, ibu, dan sanak keluarga,
Pikiran yang baik dan diarahkan secara benar
akan memberikan kebajikan yang lebih besar lagi.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suatu hari Soreyya, anak dari orang kaya di kota Soreyya, beserta seorang teman dan beberapa pembantu pergi dengan sebuah kereta yang mewah untuk membersihkan diri (mandi). Pada saat itu, Mahakaccayana Thera sedang mengatur jubahnya di pinggir luar kota, karena ia akan memasuki kota Soreyya untuk berpindapatta. Pemuda Soreyya melihat sinar keemasan* dari Mahakaccayana Thera, berpikir: "Andaikan thera itu adalah istriku, atau apabila warna kulit istriku seperti itu." Karena muncul keinginan seperti itu, kelaminnya berubah, dan ia menjadi seorang wanita. Dengan sangat malu, ia turun dari kereta dan berlari, mengambil jalan menuju ke arah Takkasilā. Pembantunya kehilangan dia, mencarinya, tetapi tidak dapat menemukannya.

Soreyya, sekarang seorang wanita, memberikan cincinnya kepada beberapa orang yang menuju Takkasilā, agar ia diizinkan ikut dalam kereta mereka. Setelah tiba di Takkasilā, teman-teman seperjalanan Soreyya berkata kepada seorang pemuda kaya di Takkasilā, tentang perempuan yang datang bersama mereka. Pemuda kaya itu melihat Soreyya yang begitu cantik dan umur yang sesuai dengannya, menikahi Soreyya.
Perkawinan itu membuahkan dua anak laki-laki, dan ada juga dua anak laki-laki dari perkawinan Soreyya pada waktu masih sebagai pria.

Suatu hari, seorang anak saudagar kaya dari kota Soreyya datang di Takkasilā dengan limaratus kereta. Soreyya wanita mengenalinya sebagai seseorang kawan lama, mengundangnya. Laki-laki dari kota Soreyya itu merasa heran atas undangan tersebut, karena ia tidak mengenali wanita yang mengundangnya itu. Ia berkata pada Soreyya bahwa ia tidak mengenalnya, dan bertanya apakah Soreyya mengenal dirinya?
Soreyya menjawab bahwa ia kenal laki-laki itu dan juga menanyakan kesehatan keluarga Soreyya dan beberapa orang-orang di kota Soreyya.
Laki-laki dari kota Soreyya menceritakan tentang anak saudagar kaya yang hilang secara misterius ketika pergi ke luar kota untuk mandi. Soreyya mengungkapkan identitas dirinya dan menceritakan apa yang telah terjadi, tentang pikiran salahnya kepada Mahakaccaya Thera, tentang perubahan kelamin, dan perkawinannya dengan orang kaya di Takkasilā.

Laki-laki dari kota Soreyya menyarankan untuk meminta maaf kepada Mahakaccayana Thera. Mahakaccayana Thera kemudian diundang ke rumah Soreyya untuk menerima dana makanan. Sesudah bersantap Soreyya wanita dibawa menghadap Mahakaccayana Thera, dan laki-laki dari kota Soreyya mengatakan kepada Mahakaccayana Thera bahwa perempuan ini pada sebelumnya adalah seorang pemuda anak saudagar kaya di kota Soreyya. Ia kemudian menjelaskan kepada Mahakaccayana Thera bagaimana Soreyya tiba-tiba berubah menjadi perempuan karena berpikiran jelek terhadap Thera yang dihormati. Soreyya wanita kemudian dengan hormat meminta maaf kepada Mahakaccayana Thera. Mahakaccayana Thera berkata, "Bangunlah, saya memaafkanmu." Segera setelah kata-kata itu diucapkan, perempuan tersebut berubah kelamin menjadi seorang laki-laki lagi.
Soreyya kemudian merenungkan bagaimana dalam satu kelahiran dan satu tubuh, ia telah mengalami perubahan kelamin, dan bagaimana anak-anak telah dilahirkannya, dst.
dengan satu keberadaan diri dan dengan satu keberadaan tubuh jasmani ia berubah kelamin, bagaimana anak-anak telah dilahirkannya. Merasa letih dan muak terhadap segala hal itu, ia memutuskan untuk meninggalkan hidup berumah tangga, dan memasuki Pasamuan Sangha dibawah bimbingan Mahakaccayana Thera.

Setelah itu ia sering ditanyai, "Siapa yang lebih kamu cintai, dua anak laki-laki yang kau miliki sebagai laki-laki, atau dua anak lain pada saat kamu sebagai wanita?" Terhadap hal itu ia menjawab bahwa cinta kepada mereka yang ia lahirkan dari rahimnya adalah lebih besar. Pertanyaan ini sering sekali ditanyakan kepadanya, ia merasa sangat terganggu dan malu. Kemudian ia menyendiri dan dengan rajin, merenungkan penghancuran dan proses pembusukan tubuh jasmani.

Tidak terlalu lama kemudian, ia mencapai kesucian arahat, bersamaan dengan pandangan terang analitis. Ketika pertanyaan lama ditanyakan kepadanya, ia menjawab bahwa ia telah tidak mempunyai lagi rasa sayang pada orang-orang tertentu. Bhikkhu-bhikkhu yang lain mendengarnya berpikir bahwa ia pasti berkata tidak benar.

Pada saat dilapori dua jawaban berbeda Soreyya itu, Sang Buddha berkata, "Anakku tidaklah berbohong, ia mengatakan yang sebenarnya. Jawabannya sekarang lain karena ia sekarang telah mencapai tingkat kesucian arahat, sehingga ia tidak lagi ada rasa sayang atas orang-orang tertentu. Dengan pikiran yang terarah benar, anakku telah memberikan dirinya sendiri sesuatu yang amat baik, yang bahkan tidak dapat diberikan oleh ayah maupun ibu."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

“na taṃ mātā pitā kayirā aññe vāpi ca ñātakā
sammāpaṇihitaṃ cittaṃ seyyaso naṃ tato kare”

Sebaik apapun kebajikan yg dilakukan
oleh ayah, ibu, dan sanak keluarga,
Pikiran yang baik dan diarahkan secara benar
akan memberikan kebajikan yang lebih besar lagi.

Banyak bhikkhu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
-----------

Notes :
* Pada masa Buddha Kassapa, Mahakaccayana Thera adalah seorang perumah tangga di Benares. Ia mendanakan sebuah bata emas seharga ratusan ribu untuk pembangunan cetiya relik Buddha, dan kemudian bertekad semoga dalam kehidupannya yang akan datang, tubuhnya akan berwarna emas. (ThagA.i.483f.; AA.i.117f)