(46) Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan buih,
menyadari sifat mayanya,
dan mematahkan panah Mara yang berujung bunga,
berada di luar jangkauan penglihatan raja kematian.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu kesempatan, setelah mendapat petunjuk bermeditasi dari Sang Buddha, seorang bhikkhu segera pergi ke hutan. Meskipun ia telah berusaha dengan keras, dia hanya mendapat kemajuan yang kecil dalam latihan meditasinya; sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui Sang Buddha untuk mendapat petunjuk lebih jauh.
Dalam perjalanan pulang, dia melihat sebuah bayangan, yang hanya merupakan pantulan semu dari air. Segera ia menyadari bahwa tubuh ini juga semu seperti bayangan. Dengan tetap memelihara pikiran tersebut, ia menuju ke tepi sungai Aciravati. Ketika sedang duduk di bawah pohon dekat sungai, melihat ombak yang pecah, ia menyadari ketidakkekalan tubuh jasmani.
Kemudian Sang Buddha menampakkan diri dan berkata kepadanya: "Anak-Ku, seperti yang kamu telah sadari, tubuh tidak kekal seperti halnya buih, dan semu seperti halnya sebuah bayangan."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
“pheṇūpamaṃ kāyam imaṃ viditvā
marīcidhammaṃ abhisambudhāno
chetvāna mārassa papupphakāni
adassanaṃ maccurājassa gacche”
Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan buih,
menyadari sifat mayanya,
dan mematahkan panah Mara yang berujung bunga,
berada di luar jangkauan penglihatan raja kematian.
Bhikkhu tersebut mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
-------------
Notes :
* papupphakāni = panah yang berujung bunga, melambangkan 3 mata rantai yang saling berkaitan, yaitu kilesa/kekotoran batin, kamma/perbuatan, dan vipaka/hasil kamma.
* adassanam maccurājassa gacche = dalam konteks ini, ‘berada diluar jangkauan kematian’ berarti mencapai Nibbana/Nirvana.
Dalam perjalanan pulang, dia melihat sebuah bayangan, yang hanya merupakan pantulan semu dari air. Segera ia menyadari bahwa tubuh ini juga semu seperti bayangan. Dengan tetap memelihara pikiran tersebut, ia menuju ke tepi sungai Aciravati. Ketika sedang duduk di bawah pohon dekat sungai, melihat ombak yang pecah, ia menyadari ketidakkekalan tubuh jasmani.
Kemudian Sang Buddha menampakkan diri dan berkata kepadanya: "Anak-Ku, seperti yang kamu telah sadari, tubuh tidak kekal seperti halnya buih, dan semu seperti halnya sebuah bayangan."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
“pheṇūpamaṃ kāyam imaṃ viditvā
marīcidhammaṃ abhisambudhāno
chetvāna mārassa papupphakāni
adassanaṃ maccurājassa gacche”
Ia yang mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan buih,
menyadari sifat mayanya,
dan mematahkan panah Mara yang berujung bunga,
berada di luar jangkauan penglihatan raja kematian.
Bhikkhu tersebut mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
-------------
Notes :
* papupphakāni = panah yang berujung bunga, melambangkan 3 mata rantai yang saling berkaitan, yaitu kilesa/kekotoran batin, kamma/perbuatan, dan vipaka/hasil kamma.
* adassanam maccurājassa gacche = dalam konteks ini, ‘berada diluar jangkauan kematian’ berarti mencapai Nibbana/Nirvana.