Thursday, 14 October 2010

Kisah Samanera Revata (Dhammapada 7 : 98)

VII. Arahanta Vagga - Arahat 

(98) Di desa atau di hutan, di tempat yang rendah atau di atas bukit,
di mana pun para arahat menetap, tempat itu sungguh menyenangkan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Revata adalah saudara laki-laki termuda dari murid utama Sariputta. Ia satu-satunya saudara Sariputta yang tidak meninggalkan rumah untuk menjadi bhikkhu. Ayahnya sangat menginginkan agar ia menikah. Revata baru berumur tujuh tahun ketika ayahnya mempersiapkan sebuah pernikahan baginya dengan seorang gadis kecil.

Pada jamuan pernikahan, ia bertemu dengan wanita tua yang berumur 120 tahun. Melihat wanita tua itu, Revata kecil merenung. Ia menyadari bahwa segala sesuatu merupakan subjek dari ketuaan dan kelapukan, sehingga ia berlari meninggalkan rumah dan pergi ke vihara. Di sana terdapat tiga puluh bhikkhu. Sebelumnya, bhikkhu-bhikkhu itu telah diminta oleh Sariputta Thera agar menjadikan adiknya seorang samanera, jika adiknya datang kepada mereka.
Kemudian Revata menjadi seorang samanera dan Sariputta Thera diberitahu hal itu oleh para bhikkhu.

Samanera Revata menerima sebuah objek meditasi dari para bhikkhu dan pergi ke hutan akasia, tiga puluh yojana jauhnya dari vihara. Pada akhir masa vassa ia mencapai tingkat kesucian arahat.

Suatu ketika, Sariputta Thera memohon izin kepada Sang Buddha untuk mengunjungi saudaranya, tetapi Sang Buddha menjawab bahwa Beliau sendiri juga akan pergi ke sana.Jadi, Sang Buddha disertai Sariputta Thera, Sivali Thera, dan lima ratus bhikkhu pergi mengunjungi Samanera Revata.

Perjalanan itu sangat jauh, jalannya buruk dan daerah tersebut tidak ditinggali manusia, tetapi para dewa memenuhi setiap kebutuhan Sang Buddha dan para bhikkhu selama di perjalanan. Setiap satu yojana, sebuah vihara dan makanan disediakan, dan perjalanan mereka rata-rata satu yojana per hari.

Revata, mengetahui perihal kunjungan Sang Buddha, membuat persiapan untuk menyambutNya. Dengan kekuatan batin luar biasanya ia menciptakan vihara khusus untuk Sang Buddha dan lima ratus vihara untuk bhikkhu lainnya, dan membuat mereka merasa nyaman ketika mereka tinggal disana.

Pada perjalanan pulang, mereka berjalan dengan waktu yang sama seperti sebelumnya, dan sampai di Vihara Pubbarama di sebelah timur kota Savatthi pada akhir bulan. Dari sana mereka pergi ke rumah Visakha, yang mempersembahkan makanan kepada mereka. Setelah makan, Visakha bertanya kepada Sang Buddha: apakah tempat Revata di hutan Akasia menyenangkan?

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Gāme vā yadi vāraññe
ninne vā yadi vā thale
yatth’ arahanto viharanti
taṃ bhūmiṃ rāmaṇeyyakaṃ."

Di desa atau di hutan,
di tempat yang rendah atau di atas bukit,
di mana pun para arahat menetap,
tempat itu sungguh menyenangkan.