(126) Sebagian orang terlahir melalui kandungan;
pelaku kejahatan terlahir di alam neraka;
orang yang berkelakuan baik pergi ke surga;
dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai nibbana.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ada seorang penggosok permata dan istrinya tinggal di Savatthi. Di  sana juga berdiam seorang Thera yang telah mencapai tingkat kesucian  arahat. Setiap hari pasangan ini memberi dana makanan kepada thera itu.
Suatu hari ketika penggosok permata itu sedang memegang daging,  utusan Raja Pasenadi dari Kosala tiba dengan membawa sebutir ruby, yang  meminta untuk dipotong, dan diasah sampai mengkilap. Si penggosok  permata tersebut mengambil ruby dengan tangannya yang telah terkena  darah, dan meletakkannya di atas meja serta pergi ke dalam rumah untuk  mencuci tangannya.
Burung peliharaan keluarga ini melihat darah melumuri ruby dan  mengira barang itu adalah sepotong daging, lalu mematuk serta menelannya  di hadapan sang thera.
Ketika penggosok permata selesai mencuci tangannya, dia menemukan  bahwa ruby tersebut telah hilang. Dia bertanya kepada istri dan anaknya,  dan mereka menjawab bahwa mereka tidak mengambilnya. Kemudian dia  bertanya kepada sang thera dan mendapat jawaban bahwa sang thera tidak  mengambilnya, tetapi dia merasa tidak puas. Karena tidak ada orang lain  kecuali sang thera di dalam rumah. Penggosok permata berkesimpulan  pastilah sang thera yang telah mengambil ruby yang berharga tersebut.  Lalu dia memberi tahu istrinya bahwa dia harus menyiksa sang thera agar  mengakui sebagai pencurinya.
Tetapi istrinya menjawab: "Thera ini telah menjadi pembimbing dan  guru kita selama dua belas tahun, dan kita tidak pernah melihat thera  itu melakukan perbuatan jahat apa pun, janganlah menuduh thera itu.  Lebih baik kita menerima hukuman raja daripada menuduh orang suci."
Tetapi si suami tidak mendengarkan kata-kata istrinya. Dia mengambil  tali dan mengikat thera itu serta memukulnya berkali-kali dengan sebuah  tongkat, sehingga sangat banyak darah mengalir dari kepala, telinga, dan  hidung. Darah itu berceceran jatuh ke lantai.
Burung penggosok permata melihat darah, lalu berharap untuk  mematuknya, burung itu datang mendekat sang thera. Si penggosok permata  yang pada saat itu sangat marah, menyepak burung dengan seluruh  kekuatannya, sehingga burung itu mati seketika.
Kemudian thera itu berkata, "Lihatlah, apakah burung itu mati atau tidak?"
Penggosok permata menjawab: "Kamu juga seharusnya mati seperti burung itu."
Ketika sang thera yakin bahwa burung itu telah mati, dia menjawab  dengan pelan: "Muridku, burung itulah yang menelan ruby tersebut."
Mendengar itu, penggosok permata membelah badan burung tersebut, dan  menemukan ruby di dalam perutnya. Kemudian penggosok permata menyadari  bahwa dia telah bersalah dan menggigil ketakutan. Dia memohon kepada  sang thera untuk mengampuninya dan terus menerima dana makanan di muka  pintu rumahnya.
Thera itu menjawab, "Muridku, ini bukanlah kesalahanmu dan juga bukan  kesalahanku. Ini terjadi disebabkan oleh apa yang telah kita perbuat  dalam kehidupan lampau. Hanyalah hutang kita dalam proses kehidupan  (samsara). Saya tidak sakit hati terhadapmu, fakta ini terjadi karena  saya memasuki rumah. Mulai hari ini, saya tidak akan memasuki rumah  manapun, saya hanya akan berdiri di muka pintu."
Segera setelah mengatakan hal ini, sang thera meninggal dunia akibat luka-lukanya.
Mendengar kejadian itu, bhikkhu-bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha dimana pelaku kisah di atas akan terlahir kembali?
Sang Buddha menjawab, "Burung itu terlahir kembali sebagai putra  penggosok permata; penggosok permata terlahir kembali di alam neraka  (Niraya); istri penggosok permata terlahir kembali di salah satu alam  dewa; dan sang thera, yang telah mencapai tingkat kesucian arahat pada  kehidupannya saat ini, merealisasi "Kebebasan Akhir" (parinibbana)."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Gabbham eke uppajjanti nirayaṃ pāpakammino,
saggaṃ sugatino yanti parinibbanti anāsavā."
Sebagian orang terlahir melalui kandungan;
pelaku kejahatan terlahir di alam neraka;
orang yang berkelakuan baik pergi ke surga;
dan orang yang bebas dari kekotoran batin mencapai nibbana.
--------- 
Notes :
Orang yang bebas dari kekotoran batin = Arahat. Arahat tidak  dilahirkan kembali di alam manapun juga, baik di alam surga maupun di  alam brahma.
Kelahiran di alam surga dan alam brahma, masih berada dalam roda  samsara, walaupun kelihatannya enak dan menyenangkan lahir di alam surga  dan alam brahma (dibanding alam lain yang lebih rendah), tetapi  kelahiran disana tidaklah abadi. Rentang kehidupan di alam surga memang  panjang sekali, sehingga orang menjadi salah paham dan mengira surga itu  abadi, padahal tidak. Ketika karma baik penyebab kelahiran di sana  telah habis, maka yang bersangkutan akan mati dan terlahir lagi di  tempat lain sesuai karmanya. Tidak sedikit yang jatuh ke alam rendah  seperti alam asura, alam peta dan alam binatang dimana hari-hari mereka  diisi dengan kebencian, keserakahan dan ketakutan yang tiada habisnya.
Karenanya orang yang bijaksana, tidak hanya sampai bertujuan untuk  lahir di surga, tetapi untuk membebaskan diri dari lingkaran Samsara /  Sangsara ( = lingkaran tumimbal lahir yang tiada putusnya), dengan  merealisasikan Nibbana.
Samsara (Pali), bahasa Sanskritnya adalah Sangsara, yang rupanya  dalam bahasa Indonesia diturunkan menjadi sengsara. Sengsara artinya  penderitaan. Walaupun sudah bergeser dari arti aslinya, tetapi masih  benar juga, karena memang lingkaran tumimbal lahir yang tiada putusnya  ini adalah penderitaan, karena kita terjebak didalamnya, terseret arus  tanpa daya. Lahir, tua, sakit, mati, lahir tua sakit mati, lahir lagi  tua lagi sakit lagi mati lagi. Belum lagi kalau lahirnya di alam yang  tidak enak, atau di tempat yang tidak enak; kita tidak punya kontrol  kemana karma kita akan membawa kita.
Nibbana / Nirvana adalah suatu keadaan, bukan nama suatu tempat ataupun surga. Perlu dicamkan, Nibbana tidak dapat dimengerti melalui penjelasan dan  kata-kata. Seseorang hanya dapat mengerti Nibbana melalui kesadaran  langsung.
Secara harafiah, Nibbana artinya padamnya api, yaitu api lobha  (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (ketidaktahuan), juga  kebebasan, Sang Buddha menjelaskan bahwa Nibbana adalah berhentinya  penderitaan, kelahiran, usia tua dan kematian; ketenangan sempurna,  kedamaian, kebahagiaan tertinggi.  
Ini adalah suatu hal yang sulit dijelaskan, karena orang yang telah  mencapai Nibbana pun tidak bisa menjelaskannya secara tepat dengan  kata-kata kepada orang yang belum mencapai Nibbana. Ibarat kita hendak  menjelaskan apa rasa cabai kepada orang yang belum pernah makan cabai.
Ketika kita menjelaskan sesuatu keadaan kepada orang lain dengan  menggunakan kata-kata, yang terjadi adalah, orang itu akan berusaha  mencocokkan kata-kata kita dengan apa yang pernah dialami dan  dirasakannya, dengan konsep yang dimilikinya, dan tentu saja hal ini  tidak berhasil :)
Sebagian orang salah mengerti dan mengira bahwa Nibbana merupakan  annihilation / pemusnahan. Ini terjadi karena salah pengertian, persis  seperti yang saya katakan di paragraf di atas.
Satu hal yang bisa kita pertimbangkan ketika ingin mengetahui Nibbana  itu seperti apa, perhatikanlah, seperti apakah sikap dan tingkah laku  Buddha dan para arahat? Mereka telah merealisasi Nibbana. Bagaimana  keadaan mereka? Bukankah mereka selalu tenang, penuh damai, bahagia, dan  begitu agung? Tiada rasa marah, benci, kuatir, takut, serakah, dengki,  atau apapun yang negatif.