(117) Apabila seseorang berbuat jahat,
hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu,
dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu,
sungguh menyakitkan akibat dari memupuk perbuatan jahat.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ketika itu ada seorang Thera yang bernama Seyyasaka yang mempunyai kebiasaan masturbasi. Ketika mendengar hal tersebut, Sang Buddha menegurnya, karena melakukan sesuatu yang mengakibatkan seseorang jauh dari memperoleh magga dan phala. Pada saat itu juga, Sang Buddha menetapkan peraturan larangan menikmati kesenangan seksual bagi para bhikkhu, peraturan sanghadisesa. Pelanggaran (apatti) peraturan itu menyebabkan hukuman dan diskors oleh Sangha. Kemudian Sang Buddha menambahkan, "Jenis pelanggaran ini dapat mengakibatkan hasil perbuatan jahat di dunia ini maupun di masa mendatang."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:
"Pāpañ ce puriso kayirā
na taṃ kayirā punappunaṃ,
na tamhi chandaṃ kayirātha
dukkho pāpassa uccayo."
Apabila seseorang berbuat jahat,
hendaklah ia tidak mengulangi perbuatannya itu,
dan jangan merasa senang dengan perbuatan itu,
sungguh menyakitkan akibat dari memupuk perbuatan jahat.
-----------
Notes :
Perlu dipahami bahwa peraturan Sanghadisesa ini diperuntukkan bagi anggota Sangha, bukan umat awam, jadi bagi umat awam, jangan kuatir dulu… hehehe.. . (Walaupun adalah hal yang baik jika ada umat awam yang hendak menjalankannya juga : ).
Para bhikkhu, dengan keinginan sendiri tanpa paksaan hendak menjadi anggota sangha, yaitu untuk meninggalkan kehidupan duniawi, melatih diri untuk melenyapkan hawa nafsu, kebencian dan kebodohan batin (raga, dosa, moha) demi mencapai Nibbana. Jadi tentu saja peraturan tsb sangat wajar untuk berlatih melenyapkan hawa nafsu.
Jika nafsu seks dituruti, tidak akan pernah terpuaskan. Seperti orang yang haus dan lapar, sekarang ia makan dan minum, selang beberapa waktu akan lapar dan haus lagi, begitu terus tak ada habisnya.
Bedanya hanya, manusia membutuhkan makan dan minum supaya tetap hidup, kalau tidak makan dan minum manusia akan mati, tetapi, tidak pernah ada kejadian mati karena nafsu seks tidak terpuaskan.
Berbeda dengan pelanggaran Parajika, pelanggaran Sanghadisesa ini masih dapat dimaafkan, yaitu dengan proses pengakuan kesalahan di sidang Sangha, lalu ia harus menjalani Parivasa (masa percobaan) yang lamanya tergantung dari seberapa lama ia menutupi kesalahan itu. Kemudian ia harus menjalani tambahan masa percobaan (Manatta) selama 6 hari. Kemudian barulah ia dapat kembali menjadi bhikkhu setelah menjalani Abbhana-kamma pada sidang Sangha yang dihadiri minimum 20 anggota Sangha. (apa ada yang mengaku ya ? hehehe..)
Masturbasi termasuk Sanghadisesa, tetapi mimpi basah tidak termasuk.
Mereka yang menjaga sila, melatih diri dengan baik dan rajin bermeditasi, akan lebih mudah mengatasi godaan nafsu seksual.
Tingkat kesucian sotapatti masih belum mematahkan belenggu nafsu-nafsu indriya, dalam sakadagami, nafsu indria sudah melemah, dan dalam anagami & arahat, benar-benar sudah padam. Maka tidak heran kan, masturbasi dilarang untuk anggota Sangha? Jika diumbar terus, kapan padamnya??
Dan jangan berpikir kalau hidup tanpa seks itu menyedihkan dan membosankan, para Arahat justru adalah orang yang paling berbahagia. Kebahagian mereka jauh diatas kesenangan seksual yang hanya sementara.