Saturday 7 August 2010

Kisah Pemberian Dana Yang Tiada Taranya (Dhammapada 13 : 177)

XIII. Loka Vagga – Dunia

(177) Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa.
Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati.
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi,
dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------

Suatu waktu Raja Pasenadi dari Kosala, memberi dana makanan kepada Sang Buddha dan bhikkhu-bhikkhu lainnya dengan skala besar. Para pengikut raja, ingin bersaing dengannya, juga mengadakan upacara pemberian dana dengan skala yang lebih besar dari raja. Jadi, Raja dan para pengikutnya saling bersaing dalam pemberian dana. Akhirnya, Ratu Mallika memikirkan sebuah rencana. Untuk melaksanakan rencana ini, ia meminta raja membangun sebuah paviliun besar. Berikutnya, ia meminta lima ratus buah payung putih dan lima ratus gajah terlatih; kelimaratus gajah itu memegang lima ratus payung putih dan memayungi lima ratus bhikkhu.

Di tengah paviliun, mereka membuat sepuluh perahu yang telah diisi dengan wewangian dan dupa. Di sana juga terdapat dua ratus lima puluh orang puteri keraton, yang mengipasi kelima ratus orang bhikkhu tersebut. Karena para pengikut raja tidak memiliki puteri-puteri keraton, payung-payung putih, ataupun gajah-gajah, mereka tidak dapat bersaing dengan raja.

Ketika semua persiapan telah selesai dilaksanakan, dana makanan diberikan. Setelah bersantap, raja mempersembahkan seluruh benda yang berada di paviliun, yang seharga empat belas crore.

Pada saat itu, dua menteri raja hadir. Salah seorang yang bernama Junha sangat senang dan memuji kemurahan hati raja atas pemberian dana kepada Sang Buddha dan para bhikkhu. Ia juga mengatakan bahwa pemberian yang sebesar itu hanya dapat dilakukan oleh seorang raja. Ia sangat senang karena raja akan membagi kebaikan atas perbuatan baiknya kepada semua mahluk. Dengan kata lain, menteri Junha bergembira atas kemurahan hati raja yang tiada taranya. Di lain pihak, menteri Kala berpikir bahwa raja hanya menghambur-hamburkan uang, dengan memberikan empat belas crore dalam sehari, dan karena setelah itu para bhikkhu akan kembali ke Vihara dan tidur.

Setelah bersantap, Sang Buddha menatap kepada orang-orang yang hadir dan mengetahui bagaimana perasaan menteri Kala. Kemudian, Beliau berpikir bahwa jika Ia menyampaikan khotbah panjang sebagai penghargaan atas dana tersebut, Kala akan bertambah kecewa, dan akibatnya akan lebih menderita dalam kehidupannya yang akan datang. Jadi, dengan perasaan welas asih terhadap Kala, Sang Buddha hanya menyampaikan khotbah singkat dan kembali ke Vihara Jetavana. Raja mengharapkan penghargaan dan khotbah panjang, oleh karena itu ia menjadi sangat sedih karena Sang Buddha hanya memberikan khotbah singkat. Raja berpikir apakah ia telah gagal melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan, dan akhirnya ia pergi ke vihara.

Ketika melihat raja, Sang Buddha berkata, "Raja yang agung! Anda seharusnya bergembira karena berhasil mempersembahkan dana yang tiada taranya (asadisadana). Sebuah kesempatan yang jarang sekali datangnya; dan datang hanya sekali selama kemunculan setiap Buddha. Tetapi menteri Kala merasa bahwa hal itu hanyalah sebuah pemborosan, dan sama sekali tidak berharga. Jadi, jika saya memberikan khotbah panjang, ia akan makin menjadi kecewa dan tidak senang, dan akibatnya, ia akan sangat menderita pada kehidupannya yang sekarang maupun pada kehidupan-kehidupan berikutnya. Itulah mengapa Saya berkhotbah sangat singkat sekali.

Kemudian Sang Buddha menambahkan,"Raja yang agung! Orang bodoh tidak bergembira atas kemurahan hati yang telah diberikan oleh orang lain dan akan pergi ke alam yang rendah. Orang bijaksana bergembira atas kemurahan hati orang lain, dan melalui penghargaan (mudita citta)  mereka berbagi karma baik yang dilakukan orang lain dan akan pergi ke tempat kediaman para dewa."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Na ve kadariyā devalokaṃ vajanti
bālā have na-ppasaṃsanti dānaṃ,
dhīro ca dānaṃ anumodamāno
ten’ eva so hoti sukhī parattha."

Sesungguhnya orang kikir tidak dapat pergi ke alam dewa.
Orang bodoh tidak memuji kemurahan hati.
Akan tetapi orang bijaksana senang dalam memberi,
dan karenanya ia akan bergembira di alam berikutnya.