Saturday 5 June 2010

Kisah Babi Peta (Dhammapada 20 : 281)

XX. Magga Vagga - Jalan

(281) Hendaklah ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik
serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani.
Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini,
memenangkan `Jalan` yang telah dibabarkan oleh Para Suci.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

Suatu ketika, saat Maha Moggalana Thera berjalan menuruni bukit Gijjhakuta bersama Lakkhana Thera, beliau melihat mahluk peta kelaparan yang menyedihkan, dengan kepala bewujud babi dan berbadan manusia. Melihat mahluk peta tersebut, Maha Moggalana Thera tersenyum namun tak berkata sedikitpun. Pada saat tiba di vihara, Maha Moggalana Thera menghadap Sang Buddha, membicarakan tentang mahluk peta berwujud babi yang mulutnya penuh dengan belatung.

Sang Buddha mengatakan bahwa Beliau juga pernah melihat mahluk tersebut saat Beliau baru saja mencapai Ke-Buddha-an, namun Beliau tak mengatakan hal itu, karena orang-orang mungkin tidak akan percaya dan akan menyalahkan Beliau. Kemudian Sang Buddha menceritakan kisah tentang mahluk peta babi tersebut.

Pada masa Buddha Kassapa, mahluk peta babi itu adalah seorang bhikkhu yang sering membabarkan Dhamma. Suatu ketika, ia mengunjungi sebuah vihara yang ditempati oleh dua bhikkhu. Setelah tinggal beberapa waktu bersama kedua bhikkhu tersebut, ia tahu bahwa ia telah mencapai keadaan yang baik karena orang-orang menyukai penjelasan/ceramahnya. Ia merasa akan lebih baik lagi bila ia dapat membuat kedua bhikkhu itu pergi dan vihara itu menjadi miliknya sendiri. Maka ia mencoba untuk mengadu domba mereka. Kedua bhikkhu tersebut bertengkar dan meninggalkan vihara menuju dua arah yang berlawanan. Akibat dari perbuatan buruk itu, bhikkhu tadi terlahir di alam neraka Avici dan ia harus menjalani sisa hidupnya dengan menderita sebagai mahluk peta yang berwujud babi dengan mulut dipenuhi belatung.

Sang Buddha pun melanjutkan, "Seorang bhikkhu haruslah tenang dan terkendali baik dalam pikiran, ucapan maupun perbuatan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Vācānurakkhī manasā susaṃvuto
kāyena ca akusalaṃ kayirā
ete tayo kammapathe visodhaye,
ārādhaye maggam isippaveditaṃ."

Hendaklah ia menjaga ucapan dan mengendalikan pikiran dengan baik
serta tidak melakukan perbuatan jahat melalui jasmani.
Hendaklah ia memurnikan tiga saluran perbuatan ini,
memenangkan `Jalan` yang telah dibabarkan oleh Para Suci.