Friday 19 March 2010

Kisah Tissa Thera (Dhammapada 26 : 404)

BAB XXVI. Brahmana Vagga – Brahmana

(404) Seseorang yang tidak bergaul erat dengan perumah tangga,
bukan perumah tangga, atau dengan keduanya,
yang mengembara tanpa tempat tinggal tertentu dan sedikit kebutuhannya,
maka ia Kusebut seorang `brahmana`.
-------------------------------------------------------------------------------------------

Tissa Thera, setelah menerima sebuah objek meditasi dari Sang Buddha, pergi ke suatu sisi gunung. Di sana, menemukan sebuah gua yang sesuai baginya dan ia memutuskan untuk menghabiskan waktu tiga bulan musim hujan (masa vassa) di dalam gua tersebut. Oleh karena tinggal di dalam gua, ia pergi ke desa untuk berpindapatta setiap pagi.

Di desa itu, terdapat seorang wanita tua yang secara teratur memberikan dana makanan kepada Tissa Thera. Di dalam gua, juga hidup dewi penunggu gua. Karena sang thera memiliki latihan moral (sila) yang baik, dewi tersebut tidak berani untuk tinggal di dalam gua yang sama dengan sang thera, dan juga tidak mempunyai keberanian menyuruh sang thera untuk meninggalkan gua. Jadi ia memikirkan suatu rencana yang akan mampu membuatnya menemukan kesalahan sang thera; yang kemudian menyebabkan sang thera tersebut meninggalkan gua.

Dewi itu merasuki anak laki-laki dari wanita tua yang selalu memberi Tissa Thera dana makanan. Ia menyebabkan anak tersebut bertingkah laku aneh, menolehkan kepalanya ke arah belakang, dan memutar-mutarkan matanya yang terbuka lebar. Ibu anak itu menjadi kebingungan dan menangis. Dewi itu, yang merasuki anak tadi, kemudian berkata, "Biarkan gurumu, sang thera mencuci kakinya dengan air dan menuangkan air tersebut pada kepala anakmu."

Pada hari berikutnya, ketika sang thera datang ke rumahnya untuk menerima dana makanan, ia melakukan seperti yang telah dianjurkan oleh dewi tadi dan anaknya menjadi tenang dan damai.

Dewi itu kembali ke gua dan menunggu di lubang masuk kedatangan sang thera. Ketika sang thera tiba kembali dari berpindapatta, dewi itu menampakkan dirinya dan berkata. " Akulah penjaga gua ini. O, kamu, tabib, tidak boleh memasuki gua ini."

Sang thera mengetahui bahwa ia telah hidup dalam kehidupan yang bersih sejak ia menjadi thera, jadi ia menjawab bahwa ia tidak ingat mempraktekkan ilmu ketabiban. Kemudian hantu gua menuduhnya bahwa pada pagi hari ia telah menyembuhkan seorang anak muda yang dirasuki oleh raksasa pada rumah wanita tua tersebut. Tetapi sang thera tersebut menyadari hal itu sesungguhnya bukan praktek ilmu ketabiban, dan ia menyadari bahwa bahkan penunggu gua itu tidak dapat menemukan kesalahan yang lain padanya. Hal ini memberinya suatu kepuasan yang sangat menggembirakan (piti) pada dirinya sendiri, meninggalkan kegiuran (piti) dan konsentrasi keras menuju `Meditasi Pandangan Terang` (Vipassana).

Ia kemudian mencapai tingkat kesucian arahat disana, ketika ia sedang berdiri pada lubang masuk gua.

Karena sang thera sekarang telah menjadi seorang arahat, ia menasehati hantu gua untuk meninggalkan gua. Sang thera terus menetap di sana sampai akhir vassa, dan kemudian ia kembali menemui Sang Buddha. Ketika ia menceritakan kepada para bhikkhu yang lain tentang pertemuannya dengan penunggu gua, mereka bertanya apakah ia tidak marah terhadap penunggu gua ketika ia dilarang masuk ke dalam gua. Sang thera menjawab tidak, tetapi para bhikkhu yang lain tidak mempercayainya. Lalu mereka pergi menemui Sang Buddha dan berkata, "Tissa Thera telah menegaskan dirinya sebagai seorang arahat; ia tidak berbicara yang sebenarnya."

Kepada mereka Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, murid-Ku Tissa berbicara yang sebenarnya ketika ia berkata bahwa ia tidak marah. Ia telah sungguh-sungguh menjadi seorang arahat. Ia tidak lagi melekat kepada siapapun; ia tidak mempunyai kesempatan untuk marah kepada siapapun ataupun kepada segala sesuatu yang berhubungan dengannya."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Asaṃsaṭṭhaṃ gahaṭṭhehi anāgārehi c’ūbhayaṃ
anokasāriṃ appicchaṃ tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ."

Seseorang yang tidak bergaul erat dengan perumah tangga,
bukan perumah tangga, atau dengan keduanya,
yang mengembara tanpa tempat tinggal tertentu dan sedikit kebutuhannya,
maka ia Kusebut seorang `brahmana`.